Latar Belakang

Sebagai ibukota dari Negara Indonesia, Daerah Khusus Ibukota Jakarta (“Jakarta”) merupakan pusat ekonomi dan pusat perdagangan yang terletak di bagian barat laut pulau jawa. Sebagai pusat pemerintahan, Jakarta dihuni oleh gedung-gedung yang berfungsi sebagai kantor-kantor pusat pemerintahan, hunian tempat tinggal, dan tempat-tempat kegiatan usaha. Selain diatur di dalam peraturan maupun undang-undang yang mengatur mengenai perizinan mendirikan bangunan gedung, maupun peraturan mengenai bangunan dan gedung, gedung-gedung di dalam wilayah Jakarta diatur secara khusus dalam Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan Dalam Wilayah  Daerah Khusus Ibukota Jakarta (“Perda DKI No. 7 Tahun 1991”).

Perizinan Pembangunan Gedung

Pembangunan gedung dalam wilayah Jakarta dilakukan dengan terlebih dahulu mendapatkan izin dari Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta (“Gubernur”). Bentuk perizinan tersebut adalah berupa Izin Mendirikan Bangunan (“IMB”). Permohonan IMB tersebut dibuat secara tertulis kepada Gubernur dan disampaikan melalui Seksi Dinas Kecamatan atau Suku Dinas Kecamatan.

Gubernur dapat menolak permohonan IMB apabila (i) pembangunan tersebut melanggar atau merugikan kepentingan umum, (ii) akan merugikan kepentingan masyarakat setempat seperti membahayakan kesehatan atau keserasian lingkungan, dan (iii) apabila tidak melaksanakan perintah tertulis yang diberikan sebagai salah satu syarat proses permohonan. IMB dapat dibatalkan apabila pembangunan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya izin, atau dalam hal pekerjaan yang telah dilaksanakan untuk membangun tidak diteruskan, terkecuali telah dilakukan pemberitahuan secara tertulis oleh pemegang izin.

Sebelum diterbitkannya IMB (izin definitif), Suku Dinas Kecamatan, maupun Seksi Dinas Kecamatan dapat menerbitkan Izin Pendahuluan (“IP”). IP adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan membangun sesuai dengan tahapan kegiatan pelaksanaan pembangunan sambil menunggu terbitnya izin definitif. IP diatur secara khusus di dalam Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 76 Tahun tentang Tata Cara Memperoleh Izin Mendirikan Bangunan, Izin Penggunaan Bangunan dan Kelayakan Menggunakan Bangunan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 85 Tahun 2006 tentang Pelayanan Penerbitan Perizinan Bangunan, Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 147 Tahun 2000 tentang Pendelegasian Kewenangan Pelayanan Penetapan Ketetapan Rencana Kota (KRK) dan Penerbitan Izin Pendahuluan (IP) Mendirikan Bangunan Pada Seksi Kecamatan di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Sepanjang Menyangkut Penerbitan Izin Pendahuluan (IP) Mendirikan Bangunan. IP dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu IP Persiapan, IP Menyeluruh, IP Struktur Menyeluruh, dan  IP Pondasi.

Lihat Juga  Podcast on Real Estate Law - Aspek Pendaftaran Tanah

Pembangunan Bangunan Gedung

Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Selain diatur secara khusus di dalam peraturan daerah Jakarta, persyaratan teknis dan administratif bangunan gedung juga berpedoman pada peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang bangunan gedung, seperti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Gedung. Persyaratan administratif meliputi (i) status hak atas tanah, (ii) status kepemilikan bangunan, dan (iii) izin mendirikan bangunan gedung, sedangkan persyaratan teknis bangunan gedung meliputi (i) persyaratan tata bangunan, dan (ii) persyaratan keandalan bangunan gedung.

Pembangunan gedung dalam wilayah Jakarta haruslah dilakukan oleh pemborong dan diawasi oleh direksi pengawas. Direksi Pengawas adalah seorang atau sekelompok ahli/badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan membangun atas penunjukan pemilik bangunan sesuai ketentuan di dalam izin membangun. Dalam melaksanakan tugasnya, direksi pengawas harus memiliki surat izin bekerja dan bertanggung jawab atas hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan. Selain diawasi oleh direksi pengawas, seluruh kegiatan pembangunan di dalam wilayah Jakarta juga diawasi oleh Dinas Pengawasan Pembangunan Kota. Direksi pengawas suatu bangunan mempunyai kewajiban untuk melaporkan setiap hasil tahapan kegiatan pembangunan kepada Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kota.

Setiap rancangan maupun rencana bangunan harus memenuhi ketentuan teknis yang juga harus mempertimbangkan segi keamanan, keselamatan, keserasian bangunan dan lingkungan dari segi arsitektur, konstruksi, instalasi dan perlengkapan bangunan termasuk keamanan dalam pencegahan penanggulangan kebakaran. Rancangan maupun perencanaan bangunan harus dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh para ahli yang bertugas untuk merancang dan merencanakan bangunan, dan mendapatkan surat izin bekerja dari Gubernur. Gambar rancangan dan rencana bangunan antara lain terdiri dari (i) gambar rancangan arsitektur, dan/atau (ii) gambar dan perhitungan struktur, dan/atau (iii) gambar dan perhitungan instalasi dan perlengkapan bangunan, dan/atau (iv) gambar dan perhitungan lain yang ditetapkan. Ahli yang bertugas untuk merancang dan merencanakan gambar dan perhitungan struktur harus sesuai dan tidak menyimpang dari gambar Arsitektur. Pemilik bangunan mempunyai kewajiban untuk memberitahukan kepada Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kota apabila terjadi penggantian perancang dan/atau perencanaan bangunan.

Lihat Juga  Daily tips: Penangguhan Permohonan IMB di DKI Jakarta

Ketentuan Pidana

Pelanggaran terhadap segala ketentuan yang ada di dalam PERDA DKI No.7 Tahun 1991, diancam kurungan penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000 (lima puluh ribu Rupiah) dengan atau tidak merampas atau menyita alat-alat yang dipergunakan untuk melakukan pelanggaran. Selain sanksi tersebut, dapat juga dikenakan biaya paksa penegakan hukum yang besarnya ditentukan oleh Gubernur.

Ivor Ignasio Pasaribu