Reforma agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui penataan aset dan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia, yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (“Reforma Agraria”). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2018 (“Perpres No. 19/2018”), Reforma Agraria bertujuan untuk (i) mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah, (ii) menangani sengketa dan konflik agraria, (iii) menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria, (iv) menciptakan lapangan kerja, (v) memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, (vi) meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan dan (vii) memperbaiki dan menjaga kualitas hidup.

Penyelenggaraan Reforma Agraria

Penyelenggaraan Reforma Agraria dilakukan terhadap tanah objek Reforma Agraria (“Objek Tanah”), yaitu tanah yang dikuasai oleh Negara dan/atau tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat. Tahap penyelenggaraan Reforma Agraria adalah (i) tahap perencanaan, dan (ii) tahap pelaksanaan.

Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan meliputi (i) penataan aset dalam penguasaan dan pemilikan atas Objek Tanah, (ii) penataan akses dalam penggunaan, pemanfaatan dan produksi atas Objek Tanah, (iii) perencanaan peningkatan kepastian hukum dan legalisasi atas Objek Tanah, (iv) perencanaan penanganan sengketa dan konflik Objek Tanah dan (v) perencanaan kegiatan lain yang mendukung Reforma Agraria. Perencanaan Reforma Agraria menjadi acuan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga, dan rencana pembangunan daerah.

Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi penataan aset dan penataan akses, dimana penataan aset menjadi dasar dilakukannya penataan akses. Penataan aset dilakukan melalui redistribusi Objek Tanah atau legalisasi aset.

Penataan Aset

Redistribusi Tanah

Objek dari redistribusi Objek Tanah adalah sebagai berikut:

  • tanah dengan Hak Guna Usaha (“HGU”) dan Hak Guna Bangunan (“HGB”) yang telah berakhir masa berlakunya dan tidak diperpanjang atau diperbaharui dalam waktu 1 (satu) tahun.
  • tanah seluas paling sedikit 20% dari tanah HGU yang berubah menjadi HGB, akibat kewajiban dari pemegang HGU terkait perubahan peruntukan rencana tata ruang.
  • tanah seluas paling sedikit 20% dari tanah negara yang diberikan kepada pemegang HGU.
  • tanah yang dilepaskan dari kawasan hutan dan tanah dalam kawasan hutan yang telah dikuasai masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  • tanah negara bekas tanah terlantar.
  • tanah hasil penyelesaian sengketa dan konflik agraria.
  • tanah bekas tambang yang berada di luar kawasan hutan.
  • tanah timbul (aanslibbing).
  • tanah yang dihibahkan perusahaan kepada masyarakat dalam rangka tanggung jawab sosial lingkungan, tanah hasil konsolidasi, tanah sumbangan sebagai pengganti konsolidasi dan tanah negara yang dikuasi oleh masyarakat.
  • tanah bekas hak erpacht, pertikelir dan eigendom yang luasnya lebih dari 10 bauw.
  • tanah kelebihan maksimum, tanah absentee dan tanah swapraja atau bekas swapraja.
Lihat Juga  Peta Dasar Pertanahan

Redistribusi Tanah ditetapkan untuk (i) pertanian dengan luas maksimum 5 hektar dan diberikan Sertipikat Hak Milik (“SHM”) atau hak kepemilkan bersama, dan (ii) non-pertanian, yang diberikan dengan SHM atau Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (“SHMSRS”).

Penetapan atas redistribusi Objek Tanah harus sesuai dengan kemampuan tanah, kesesuaian lahan dan rencana tata ruang. Perubahan atas penggunaan dan pemanfataan redistribusi Objek Tanah dimungkinkan sepanjang mendapatkan izin dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (“Menteri”).

Redistribusi Tanah dapat diberikan kepada (i) orang perseorangan, (ii) kelompok masyarakat dengan hak kepemilikan bersama, dan (iii) badan hukum, yang memenuhi kriteria.

Legalisasi Aset

Objek dari legalisasi aset meliputi:

  • tanah transmigrasi yang belum bersertipikat, yang tidak termasuk dalam kawasan hutan atau telah diberikan hak pengelolaan untuk transmigrasi; dan
  • tanah yang dimiliki masyarakat.

Legalisasi aset dapat diberikan kepada (i) orang perseorangan dengan sertipikasi tanah transmigrasi atau sertipikasi tanah yang dimiliki masyarakat, dan (iii) kelompok masyarakat dengan hak kepemilikan bersama dan badan hukum, dengan sertipikasi tanah yang dimiliki masyarakat.

Penataan Akses

Penataan akses bertujuan untuk meningkatkan skala ekonomi dan mendorong inovasi kewirausahaan masyarakat, yang dilaksanakan dengan cara (i) pendampingan langsung oleh pemerintah, (ii) kemitraan antara masyarakat yang memiliki SHM dengan badan hukum, dan/atau (iii) penyertaan modal antara masyarakat yang memiliki hak kepemilikan bersama dengan badan hukum.

Penataan akses meliputi kegiatan sebagai berikut:

  • pemetaan sosial untuk mengetahui potensi, kendala dan peluang masyarakat.
  • peningkatan kapasitas kelembagaan dengan cara pembentukan kelompok berdasarkan dengan jenis usaha.
  • pendampingan usaha dengan cara kemitraan.
  • peningkatan keterampilan dengan cara (i) penyuluhan, (ii) pendidikan, (iii) pelatihan, dan/atau (iv) bimbingan teknis.
  • penggunaan teknologi tepat guna dengan cara kerja sama dengan perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga penelitian dan kementerian atau pemerintah daerah.
  • diversifikasi usaha.
  • fasilitasi akses permodalan dilakukan oleh lembaga keuangan, koperasi atau badan usaha melalui tanggung jawab sosial lingkungan, dengan cara pemberian pinjaman.
  • fasilitasi akses pemasaran dengan cara menampung dan menyalurkan hasil usaha.
  • penguatan basis data dan informasi komoditas untuk melakukan pengawasan.
Lihat Juga  Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah

Penanganan Konflik Agraria

Penanganan konflik agraria dilaksanakan dengan prinsip kepastian hukum dan keadilan sosial, dengan melibatkan:

  • antara orang-perorangan.
  • perorangan/kelompok dengan badan hukum.
  • perorangan/kelompok dengan lembaga.
  • badan hukum dengan badan hukum.
  • badan hukum dengan lembaga.
  • lembaga dengan lembaga.

Penanganan sengketa dan konflik agraria akan difasilitasi oleh gugus tugas Reforma Agraria, yang akan diatur di dalam peraturan Menteri.


Adrian Fernando Simangunsong