Peraturan Menteri Dalam Negeri ini mengatur tentang tata cara pemberian hak atas tanah. Jenis-jenis hak atas tanah adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah.

HAK MILIK
Hak Milik adalah hak atas tanah yang terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atau badan-badan hukum, sebagai yang disebutkan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Hak milik dapat diberikan kepada :
1.    Warga negara Indonesia;
2.    Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah seperti yang ditunjuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1958, yaitu :
a.    Bank-bank yang didirikan oleh Negara;
b.    Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan atas Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 139);
c.    Badan-badan keagamaan dan badan-badan sosial yang ditunjuk oleh

Menteri Dalam Negeri setelah mendengar pertimbangan Menteri Agama dan Menteri Sosial.
Jika mengenai tanah pertanian, maka perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 56 Prp. 1960 jis. Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964.

TATA CARA PERMOHONAN HAK MILIK
Tata cara permohonan untuk mendapatkan tanah Negara dengan Hak Milik, sebagai berikut :
1.    Pemohon mengajukan permohonan Hak Milik kepada pejabat yang berwenang melalui  Bupati Walikota Kepala Daerah c.q. Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan secara tertulis.
2.    Permohonan tersebut harus memuat antara lain, sebagai berikut :

a.    Pemohon :
1)    Jika pemohon adalah perorangan, harus memuat keterangan berupa nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaannya serta jumlah isteri dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya. Jika ia seorang isteri, juga disebutkan keterangan mengenai suaminya.
2)    Jika pemohon adalah badan hukum, harus memuat nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang boleh mempunyai tanah dengan Hak Milik.

b.    Tanahnya memuat tentang :
1)    Letak, luas, dan batas-batasnya.
2)    Status tanahnya.
3)    Jenis tanahnya
4)    Tanah tersebut telah atau belum dikuasai pemohon. Apabila telah dikuasi sebelumnya, atas dasar apa ia memperoleh atau menguasainya.
5)    Penggunaannya.

c.    Lain-lain :
1)    Melampirkan keterangan-keterangan mengenai status hukum, letak dan tanda bukti dari tanah-tanah yang telah dimiliki oleh pemohon termasuk yang dimiliki oleh suami atau isteri serta anak-anaknya yang masih menjadi tanggungannya.
2)    Keterangan lain yang dianggap perlu.
3)    Permohonan tersebut di atas harus dilampiri dengan :

a)    Mengenai diri pemohon :
(1)    Perorangan.
(2)    Badan hukum.

b)    Mengenai tanahnya.
c)    Turunan dari surat-surat bukti perolehan hak secara beruntun mengenai penguasaan tanah oleh pemohon.

3.    Setelah menerima permohonan tersebut, maka Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya :
a.    Memerintahkan Kepala Seksi Pengurusan Hak yang bersangkutan, untuk :
1)    Mencatatnya di dalam daftar Permohonan Hak Milik.
2)    Memeriksa kelengkapan keterangan-keterangan yang telah dilampirkan.
b.    Memanggil pemohon untuk :
1)    Melengkapi keterangan yang belum lengkap.
2)    Membayar kepada Kepala Sub Bagian Administrasi Sub Direktorat

Agraria biaya-biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut sesuai perincian yang disampaikan.
c.    Memerintahkan kepada seksi-seksi Pendaftaran Tanah, Tata Guna Tanah dan Pengurusan Hak Tanah agar menyelesaikan bahan-bahan yang diperlukan untuk mengambil keputusan atas permohonan tersebut, yaitu antara lain :
1)    Surat Keterangan Pendaftaran Tanah apabila belum ada.
2)    Gambar situasi atau surat ukur apabila belum ada.
3)    Pertimbangan mengenai peruntukan tanah tersebut sudah memenuhi syarat tata guna tanah, rencana tata guna tanah daerah yang bersangkutan.
4)    Pertimbangan dari instansi-instansi lain yang berhubungan dengan tanah yang dimohonkan.
d.    Jika masih terdapat kekurangan lampiran untuk mengambil keputusan tersebut, maka Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya bersama-sama dengan Camat, Kepala Desa dan wakil-wakil dari instansi lainnya untuk melakukan pemeriksaan setempat.
e.    Mengirimkan berkas permohonan itu kepada Gubernur Kepala Daerah c.q Kepala Direktorat Agraria Provinsi beserta pertimbangannya.
f.    Menyampaikan selembar tembusan dari pertimbangan tersebut kepada Menteri Dalam Negeri c.q Direktorat Jenderal Agraria dan kepada pemohon.
g.    Memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengurusan Hak Tanah untuk mencatat pengiriman berkas tersebut.
h.    Mengadakan perhitungan dengan pemohon mengenai biaya yang diperlukan.

Lihat Juga  Podcast on Real Estate Law "Hak Guna Usaha”

4.    Setelah menerima permohonan Hak Milik dari kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya, maka Kepala Direktorat Agraria Provinsi memerintahkan kepada Kepala Sub Direktorat Pengurusan Hak-Hak Tanah untuk mengadakan :
a.    Pencatatan dalam buku khusus.
b.    Penelitian kelengkapan keterangan-keterangan yang diperlukan.

5.    Apabila semua keterangan telah lengkap dan tidak ada keberatan untuk meluluskan permohonan, sedangkan wewenang untuk memutuskan ada pada Gubernur Kepala Daerah, maka Kepala Direktorat Agraria Provinsi atas nama Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pemberian Hak Milik atas tanah tersebut dan dicatat dalam daftar khusus.

6.    Selain syarat-syarat khusus yang disesuaikan dengan keadaan dan peruntukan tanah tersebut, maka dalam surat keputusan pemberian hak tersebut memuat pula syarat-syarat umum, antara lain :
a.    Pembayaran uang pemasukan kepada Negara dan uang sumbangan kepada Yayasan Dana Landreform.
b.    Hak Milik harus didaftarkan pada Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan c.q.  seksi Pendaftaran Tanah dan membayar biaya pendaftaran.
c.    Negara membebaskan diri dari pertanggungjawaban mengenai hal-hal yang terjadi sebagai akibat pemberian hak milik tersebut.
d.    Kelalaian dalam pemenuhan pembayaran-pembayaran yang telah disebutkan di atas dinyatakan dalam secara khusus dalam surat keputusan pemberian hak dan dapat dijadikan alasan untuk pembatalan pemberian hak tersebut.
e.    Penerima hak milik memilih di domisili pada Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan.

7.    Jika wewenang untuk memberikan keputusan tentang permohonan Hak Milik tersebut ada pada Gubernur Kepala Daerah, tetapi syarat-syarat tidak terpenuhi, maka permohonan tersebut dibatalkan. Kepala Direktorat Agraria atas nama Gubernur atau Kepala Daerah mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya dan disampaikan secara langsung kepada pemohon, instansi-instansi dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri.
Pemohon dapat mengajukan banding secara tertulis terhadap surat penolakan kepada Menteri Dalam Negeri, melalui tembusan kepada Gubernur Kepala Daerah c.q. Kepala Direktorat Agraria Provinsi dan Bupati atau Walikota Kepala Daerah c.q. Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan.
Gubernur Kepala Daerah atau Kepala Direktorat Agraria Provinsi menyampaikan permohonan banding tersebut kepada Menteri Dalam Negeri c.q. Direktorat Jenderal Agraria disertai pertimbangan dengan tembusan kepada Bupati atau Walikota Kepala Daerah c.q. Kepala Sub Direktorat Agraria yang bersangkutan.

8.    Jika wewenang untuk memberikan keputusan tentang permohonan Hak Milik tersebut ada pada Menteri Dalam Negeri, maka Gubernur Kepala Daerah atau Kepala Direktorat Agraria Provinsi menyampaikan permohonan banding tersebut kepada Menteri Dalam Negeri c.q. Direktorat Jenderal Agraria disertai pertimbangan dengan tembusan kepada Bupati atau Walikota Kepala Daerah c.q. Kepala Sub Direktorat Agraria yang bersangkutan.
Setelah menerima permohonan tersebut, Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jendral Agraria memerintahkan kepada Kepala Direktorat Pengurusan Hak-Hak Tanah untuk mengadakan :
a.    Pencatatan dalam buku khusus.
b.    Memeriksa kelengkapan keterangan-keterangan yang diperlukan.
Apabila semua keterangan-keterangan yang diperlukan telah lengkap, maka Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Agraria mengeluarkan surat keputusan pemberian hak milik atas tanah yang dimohonkan atau menolak permohonan yang bersangkutan.

Lihat Juga  Real Estate Lawyer - Tanggapan Positif RUU Pertanahan

9.    Setelah menerima surat keputusan Gubernur Kepala Daerah dan atau Menteri Dalam Negeri tentang pemberian hak tersebut, maka Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya yang bersangkutan memberitahukan kepada pemohon, agar dapat memenuhi seluruh kewajiban yang telah ditentukan dalam surat keputusan tersebut.

10.    Setelah syarat-syarat telah terpenuhi, maka didaftarkan dalam buku tanah dan menerbitkan sertifikat haknya.

11.    Kepala Seksi Pendaftaran Tanah dan Kepala Sub Direktorat Agraria atas nama Bupati atau Walikota Kepala Daerah menandatangani buku tanah tersebut dan menerbitkan salinan buku tanah dan surat ukur (sertifikat).

12.    Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya c.q. Kepala Seksi Pendaftaran Tanah yang bersangkutan :
a.    Menerima sertifakat hak tersebut dan menyerahkan kepada penerima hak tersebut.
b.    Memberitahukan tanggal dan nomor buku tanah atau sertifikat yang bersangkutan kepada :
1)    Kepala Seksi Pengurusan Hak pada Sub Direktorat Agraria.
2)    Gubernur Kepala Daerah c.q. Kepala Direktorat Agraria Provinsi.
3)    Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Agraria.

Keterangan :
Ketentuan-ketentuan di atas tidak berlaku untuk :
1.    Pemberian hak milik kepada transmigran dan keluarganya.
2.    Pemberian hak milik dalam rangka pelaksanaan Landreform.
3.    Pemberian hak milik atas tanah hak pakai bekas gogolan tetap.
4.    Pemberian hak milik atas tanah-tanah bekas konversi di keresidenan Surakarta.
5.    Penegasan Hak Milik.

HAK GUNA USAHA
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu tertentu yang dipergunakan untuk keperluan perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan sebagai dimaksudkan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Hak Guna Usaha dapat diberikan atas tanah negara yang luasnya tidak kurang dari 5 ( lima ) hektar, kepada :
1.    Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
2.    Warga negara Indonesia, jika luas tanahnya tidak melebihi 25 (dua puluh lima) hektar.

TATA CARA PERMOHONAN HAK GUNA USAHA

Tata cara permohonan untuk mendapatkan Hak Guna Usaha, sebagai berikut :
1.    Pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang melalui Kepala Direktorat Agraria Provinsi yang bersangkutan, dengan tembusan kepada Bupati Kepala Daerah c.q. Kepala Sub Direktorat Agraria yang bersangkutan.
Jika tanah tersebut terletak dalam wilayah lebih dari satu Kabupaten, maka tembusan permohonan tersebut harus disampaikan kepada masing-masing Bupati Kepala Daerah c.q. Kepala Sub Direktorat Agraria yang bersangkutan.

2.    Mengenai kelengkapan keterangan-keterangan berlaku sesuai dengan kelengkapan keterangan dalam pengajuan permohonan hak milik dan ditambah dengan keterangan-keterangan, sebagai berikut :
a.    Tentang bonafiditas dan likuiditas perusahaan.
b.    Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang.
c.    Tenaga ahli yang tersedia.
d.    Rekomendasi dari instansi-instansi yang dianggap perlu.

3.    Setelah menerima berkas permohonan Hak Guna Usaha, maka berlaku juga tata cara penyelesaian permohonan Hak Guna Usaha sesuai tata cara penyelesaian permohonan Hak Milik.

4.    Seksi Pendaftaran Tanah atau Sub Direktorat Pendaftaran Tanah membuat gambar situasi dari tanah yang bersangkutan yang digunakan sabagai bahan pertimbangan oleh Panitia Pemeriksaan Tanah.

Lihat Juga  Ketentuan Ruang Bawah Tanah di DKI Jakarta

5.    Apabila segala persyaratan permohonan pemberian Hak Guna Usaha telah lengkap, Kepala Direktorat Agraria Provinsi bersama dengan instansi-instansi lainnya yang merupakan Panitia Pemeriksaan Tanah untuk Hak Guna Usaha mengadakan pemeriksaan setempat terhadap tanah yang dimohonkan.

13.    Apabila semua keterangan telah lengkap dan tidak ada keberatan untuk meluluskan permohonan, sedangkan wewenang untuk memutuskan ada pada Gubernur Kepala Daerah,  dengan segera mengeluarkan surat keputusan pemberian Hak Guna Usaha atas tanah tersebut dan dicatat dalam daftar khusus.

14.    Syarat-syarat umum dalam pemberian Hak Milik juga berlaku pada pemberian Hak Guna Usaha.

15.    Jika wewenang untuk memberikan keputusan tentang permohonan Hak Guna Usaha tersebut ada pada Gubernur Kepala Daerah, tetapi syarat-syarat tidak terpenuhi, maka permohonan tersebut dibatalkan dan ketentuan penyelesaian permohonan Hak Milik berlaku juga untuk penyelesaian permohonan Hak Guna Usaha dan pendaftaran.

HAK GUNA BANGUNAN
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu tertentu yang dipergunakan untuk keperluan perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan sebagai yang dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Hak Guna Bangunan dapat diberikan atas tanah negara yang luasnya tidak kurang dari 5 (lima) hektar, kepada :
1.    Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
2.    Warga negara Indonesia, jika luas tanahnya tidak melebihi 25 (dua puluh lima) hektar.

TATA CARA PERMOHONAN HAK GUNA BANGUNAN
Tata cara permohonan pemberian Hak Guna Bangunan, penyelesaian permohonan Hak Guna Bangunan dan pendaftarannya berlaku sesuai dengan tata cara pemberian Hak Milik, akan tetapi tidak berlaku terhadap Hak Guna Bangunan yang timbul karena Undang-Undang Nomor 3 Prp. 1960 dan Peraturan Presidium Kabinet Republik Indonesia Nomor 5/Prk/1965.

HAK PAKAI
Hak Pakai adalah hak untuk mengunakan dan/atau memungut hasil dari tanah negara, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang, sebagaimana dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Hak Pakai atas tanah Negara dapat diberikan kepada :
1.    Warga negara Indonesia;
2.    Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
3.    Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
4.    Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

TATA CARA PERMOHONAN HAK PAKAI
Tata cara permohonan pemberian Hak Pakai, penyelesaian permohonan Hak Pakai dan pendaftarannya berlaku sesuai dengan tata cara pemberian Hak Milik.

HAK PENGELOLAAN
Hak Pengelolaan adalah hak atas tanah negara seperti yang dimaksudkan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 5 Tahun 1965 yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk :
1.    Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;
2.    Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;
3.    Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga dengan Hak Pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun;
4.    Menerima uang pemasukan dan/atau uang wajib tahunan.
Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada :
1.    Departemen dan jawatan-jawatan Pemerintah;
2.    Badan-badan hukum yang ditunjuk Pemerintah.

TATA CARA PERMOHONAN HAK PENGELOLAAN
Tata cara permohonan pemberian Hak Pengelolaan, penyelesaian permohonan Hak Pengelolaan dan pendaftarannya berlaku sesuai dengan tata cara pemberian Hak Milik.

Keterangan :
Penyelesaian permohonan perpanjangan jangka waktu dan pembaruan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan dan Hak Pakai atas tanah Negara berlaku sesuai dengan tata cara pemberian Hak Milik.