Rumah Tempat Tinggal

Daily tips: Hak pemilik Satuan Rumah Susun

Hak pemilik Satuan Rumah Susun, antara lain:

Mempergunakan sendiri atau menyewakan satuan rumah susun kepada pihak lain;
Mempergunakan hak milik atas satuan rumah susun sebagai agunan/jaminan kredit dengan dibebani hak tanggunganjika tanahnya berstatus hak milik atau hak guna bangunan, fidusia jika tanahnya berstatus sebagai hak pakai;
Memindahkan hak milik atas satuan rumah susun kepada pihak lain dalam bentuk jual beli, tukar menukar, hibah, inbreng (pemasukan sebagai penyertaan dalam perusahaan).

read more

Pengaturan Hukum Properti di Indonesia untuk Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing

Hukum real estate di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU Agraria”)

Hak atas Tanah

Dalam UU Agraria diatur beberapa hak atas tanah yaitu sebagai berikut:

Hak Milik;
Hak Guna Bangunan;
Hak Guna Usaha;
Hak Pakai;
Hak Sewa.
Selain itu, berdasarkan peraturan pelaksana UU Agraria, terdapat juga Hak Pengelolaan, yaitu hak yang secara khusus diberikan kepada instansi pemerintah atau perusahaan milik pemerintah sehingga dapat mengelola dan menentukan peruntukan tanah di wilayahnya.

Hak Milik adalah hak terkuat atas tanah. Untuk tanah dengan alas hak ini dapat digunakan untuk lahan tempat tinggal maupun fungsi komersial. Namun, tanah dengan alas hak ini secara umum digunakan untuk lahan tempat tinggal. Hak ini memiliki jangka waktu kepemilikan yang tidak terbatas.

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk membangun dan memiliki bangunan yang dibangun di atas tanah. Hak ini diberikan untuk jangka waktu maksimum 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun.

Hak Guna Usaha umumnya dimintakan untuk area yang akan digunakan untuk kawasan perkebunan, perikanan maupun peternakan.

read more

Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, Berdasarkan Kepmenpera Nomor 09/KPTS/M/1995 Tahun 1995

Latar Belakang

Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi membuat kebutuhan akan perumahan juga semakin meningkat. Keterdesakan kebutuhan tersebut dengan unit yang tersedia seringkali menimbulkan jual beli atas rumah dilakukan bahkan pada saat rumah yang menjadi objek jual beli tersebut masih dalam tahap perencanaan sehingga menimbulkan adanya jual beli secara pesan lebih dahulu dan menyebabkan adanya perjanjian jual beli pendahuluan (preliminary purchase). Kemudian, tindakan jual beli pendahuluan tersebut dituangkan dalam akta perikatan jual beli rumah. Pengikatan ini kemudian lebih dikenal dengan perjanjian pengikatan jual beli (“PPJB”). Dalam membuat PPJB harus mengikuti pedoman yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 09 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah (“Kepmenpera No. 09/1995”) beserta contohnya. Dengan diberlakukannya Kepmenpera No.09/1995, maka diharapkan kepentingan pembeli dan penjual rumah lebih terjamin.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah

Di dalam sebuah PPJB rumah, memuat antara lain:

Objek pengikatan jual beli, yaitu: (a). luas bangunan rumah disertai dengan gambar arsitektur, gambar denah, dan spesifikasi teknis bangunan; (b). luas tanah, status tanah, beserta segala perijinan yang berkaitan dengan pembangunan rumah dan hak-hak lainnya; (c). lokasi tanah; (d). harga rumah dan tanah, serta tata cara pembayarannya.

Kewajiban penjual ialah menyelesaikan pembangunan dalam jangka waktu yang telah disepakati. Namun, hal tersebut dapat dikesampingkan jika terjadinya keadaan Force Majeure. Sebelum melakukan penjualan dan/atau melakukan pengikatan jual beli rumah, penjual wajib memiliki : (a). surat ijin persetujuan prinsip rencana proyek dari Pemerintah Daerah setempat dan surat ijin lokasi dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Khusus untuk DKI Jakarta. Penjual harus memperoleh Surat Ijin Penunjukkan dan Penggunaan Tanah (SIPPT); (b). Surat Keterangan dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang menerangkan penjual telah memperoleh tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman; (c). Ijin Mendirikan Bangunan. Selain itu, penjual berkewajiban untuk:

Mengurus pendaftaran perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Menjamin bahwa objek adalah hak penjual, serta tidak berada dalam sengketa dan tidak dikenakan sita jaminan oleh instansi yang berwenang.
Menjamin serta membebaskan pembeli dari segala tuntutan yang timbul di kemudian hari baik dari segi perdata maupun dari segi pidana atas tanah dan bangunan tersebut.
Bertanggung jawab atas cacat tersembunyi yang baru diketahui di kemudian hari, sesuai dengan ketentuan Pasal 1504 dan 1506 KUHPerdata.
Menanggung biaya pengurusan sertifikat.
Pembeli berkewajiban untuk membayar jumlah total harga objek, pajak, dan biaya-biaya lainnya serta membayar biaya pembuatan akta notaris, biaya PPJB, biaya pendaftaran perolehan hak atas tanah atas nama pembeli.

Atas kelalaian yang dilakukan oleh penjual dalam hal keterlambatan dalam menyerahkan objek perjanjian, pada waktu yang dijanjikan, penjual wajib membayar denda sebesar dua perseribu dari jumlah total harga objek untuk setiap hari keterlambatannya. Penjual juga dianggap telah memberikan kuasa kepada pembeli untuk mengurus dan menjalankan tindakan yang berkenaan dengan pengurusan pendaftaran perolehan hak atas objek tersebut kepada instansi yang berwenang. Sedangkan, bagi pembeli, atas keterlambatan membayar angsuran dan biaya lainnya, dikenakan denda sebesar dua perseribu dari jumlah angsuran yang telah jatuh tempo untuk setiap hari keterlambatan hingga dapat dibatalkannya secara sepihak PPJB oleh penjual.

Penjual akan menyerahkan bangunan melalui penandatanganan Berita Acara Serah Terima Bangunan kepada pembeli jika keduanya telah memenuhi kewajibannya masing-masing dan akan memberitahukan kepada pembeli rencana dilakukannya serah terima tanah dan bangunan dalam jangka waktu 2 (dua) minggu sebelum acara serah terima secara tertulis. Jika pembeli tidak bersedia menandatangani Berita Acara Serah Terima (“BAST”) tersebut lewat dari 2 minggu, maka pihak pembeli telah dianggap menerima objek perjanjian dengan segala konsekuensi. Dalam hal kedua pihak telah memenuhi kewajibannya masing-masing lebih cepat dari yang dijanjikan, maka tanah dan bangunan rumah tersebut dapat diserahterimakan oleh pihak penjual kepada pembeli.

Penjual wajib memberikan masa pemeliharaan/perbaikan selama 100 (seratus) hari sejak tanggal ditanda tanganinya BAST. Perbaikan yang dilakukan berdasarkan gambar denah bangunan dan spesifikasi teknis dalam lampiran PPJB. Setelah masa itu, pemeliharaan atas bangunan menjadi tanggung jawab pembeli sepenuhnya. Pihak penjual dibebaskan atas tanggung jawab perbaikan jika dalam keadaan memaksa seperti gempa bumi, banjir, huru hara, perang dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh perorangan maupun masal, perang atau karena adanya perubahan bangunan yang dilakukan oleh pihak pembeli.

Pihak pembeli dan penjual dibenarkan untuk mengalihkan hak atas objek kepada pihak ketiga selama belum dilaksanakannya jual beli di depan PPAT. Pembeli dapat mengalihkan haknya kepada pihak ketiga, apabila pembeli bersedia membayar biaya administrasi sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari harga jual pada transaksi yang berlangsung berdasarkan persetujuan tertulis Penjual.

PPJB tidak berakhir karena salah satu pihak meninggal dunia. PPJB dapat dibatalkan jika pihak penjual tidak dapat menyerahkan objek beserta hak yang melekat, tepat waktu yang diperjanjikan dan pihak penjual menyerahkan objek yang tidak cocok dengan gambar denah, dan spesifikasi teknis bangunan. Atas tindakan seperti ini, penjual wajib membayar uang yang telah diterima, ditambah dengan denda, bunga, dan biaya-biaya lainnya.

Pembeli dapat pula meminta pembatalan terhadap pengikatan jual beli rumah juga jika pembeli tidak dapat memenuhi dan atau tidak sanggup meneruskan kewajibannya untuk membayar harga yang diperjanjikan dan pembeli tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan kepada Bank Pemberi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) serta pembeli mengundurkan diri karena suatu sebab atau alasan apapun juga. Dalam kondisi seperti itu, jika pembayaran yang belum mencapai 10% maka uang yang terlah dibayarkan akan menjadi hak pihak penjual. Apabila pembayaran telah melebihi 10% maka pihak Penjual berhak memotong, 10% (sepuluh persen) dari jumlah total harga tanah dan bangunan dan sisanya dikembalikan kepada pembeli.

Akta jual beli tanah dan bangunan rumah harus ditandatangani oleh penjual dan pembeli di hadapan PPAT jika:

Bangunan rumah telah selesai dibangun dan telah siap untuk dihuni;
Pembeli telah membayar lunas seluruh harga beserta pajak dan biaya-biaya lainnya dan membawa serta memperlihatkannya pada saat penandatanganan;
Proses permohonan Hak Guna Bangunan sudah selesai diproses dan sertifikat Hak Guna Bangunan terdaftar atas nama penjual;
Pedoman ini juga mengatur tentang penyelesaian perselisihan antara penjual dengan pembeli. Penyelesaian atas perselisihan, perbedaan pendapat dan sengketa yang terjadi dilakukan melalui musyawarah. Namun, apabila tidak mendapatkan hasil, maka para pihak dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Adapun biaya yang timbul menjadi beban dan harus dibayar untuk jumlah yang sama, yaitu 50% oleh penjual dan 50% oleh pembeli.

Samuel Christian, SH

read more

Pengalihan Piutang dalam Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan

Sekarang ini dikenal sistem pembiayaan sekunder perumahan (“Secondary Mortgage Facility”) yang bertujuan untuk mengatasi keterbatasan dana dalam rangka kredit kepemilikan rumah bagi masyarakat, yang disalurkan melalui Bank pemberi KPR. Dengan adanya fasilitas pembiayaan ini, bank memiliki diversifikasi sumber dana, dimana dana yang digunakan untuk pemberian kredit, tidak semata – mata diperoleh melalui penghimpunan dana secara konvensional seperti tabungan, giro, atau deposito, melainkan dapat diperoleh dari perusahaan asuransi, dana pensiun ataupun investor perorangan yang tidak perlu menjadi nasabah bank tersebut.

read more

Rangkuman Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS)

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 1997 adalah perubahan dari Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (“RSS”) dan Rumah Sederhana (“RS”)(selanjutnya disebut “Keputusan Menteri Negara Agraria”).

read more

Rangkuman Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS)

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) Dan Rumah Sederhana (RS) berfungsi untuk memberikan kepastian hak atas tanah di atasnya dibangun Rumah Sangat Sederhana atau Rumah Sederhana secara merata dan menjangkau masyarakat ekonomi lemah dimana nilainya tidadk lebih dari Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

read more