Pendahuluan

Pembangunan fasilitas-fasilitas umum di Indonesia terus berkembang dalam rangka mewujudkan kemakmuran rakyat. Salah satu aspek yang dibutuhkan dalam pembangunan fasilitas umum adalah tanah yang luas dan strategis. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Pemerintah harus melakukan pengadaan tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“UU No.2/2012”) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“PP No.19/2021”).

Pengertian dari Pengadaan Tanah sendiri tercantum pada Pasal 1 Angka 2 UU No.2/2012, yaitu kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.1 Untuk menyediakan ganti kerugian yang layak dan adil, UU No.2/2012 mengatur bahwa penilaian ganti kerugian dilakukan oleh Penilai Pertanahan secara independent dan profesional serta telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapatkan lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah.2 Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa permohonan keberatan terhadap perhitungan besaran nilai ganti kerugian pengadaan tanah masih banyak dilakukan oleh pihak yang berhak atas tanah akibat ketidakpuasan hasil penilaian ganti kerugian yang dilakukan oleh Penilai Publik.  Dalam artikel ini, akan membahas mengenai keberatan atas besaran nilai ganti kerugian pada pengadaan tanah bagi kepentingan umum serta melihat pertimbangan dari hakim dalam hal adanya permohonan keberatan mengenai besaran nilai ganti rugi yang dilakukan oleh Pihak yang berhak atas tanah.

Penjelasan Umum Mengenai Ganti Rugi dan Keberatan atas Besaran Nilai Ganti Kerugian pada Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum

Definisi ganti kerugian tercantum dalam Pasal 10 UU No.2/2012 yaitu penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Ganti kerugian pada Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum dilakukan melalui proses Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian. Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian adalah musyawarah yang dilakukan oleh lembaga pertanahan selaku pelaksana pengadaan tanah dengan pihak yang berhak/kuasanya dan mengikutsertakan Instansi yang Memerlukan Tanah untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besar ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian dari Penilai Pertanahan yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian.3 Adapun pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk:4

  1. Uang;
  2. Tanah pengganti;
  3. Pemukiman kembali;
  4. Kepemilikan saham; atau
  5. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Pasal 6 ayat (9) PP No.19/2021 juga menentukan aspek-aspek yang menjadi perkiraan nilai ganti kerugian dalam Pengadaan Tanah, meliputi:5

  1. Tanah;
  2. Ruang atas tanah dan ruang bawah tanah;
  3. Bangunan;
  4. Tanaman;
  5. Benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
  6. Kerugian lain yang dapat dinilai.

Selain itu, Pasal 35 UU No.2/2012 mengatur bahwa dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukkan dan penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya.6 Bentuk dan/atau besaran ganti kerugian atas Pengadaan tanah yang ditentukan Penilai kemudian diberitahukan kepada pihak yang berhak untuk dilakukan musyawarah penetapan ganti kerugian. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian.7 Dalam hal pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri, dalam waktu paling 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.8

Lihat Juga  Daily tips: Pihak Yang Mengurus IMB

Atas upaya hukum yang telah dijelaskan diatas, maka akhirnya Hakim harus menentukan apakah keberatan yang diajukan oleh pihak yang berhak dapat diterima atau tidak. Dengan demikian, perlu kiranya untuk melihat unsur-unsur yang digunakan hakim dalam memutus permohonan keberatan mengenai besaran ganti kerugian pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Unsur-Unsur yang digunakan Hakim dalam mengabulkan keberatan besaran nilai ganti kerugian pada pengadaan tanah bagi kepentingan umum:

Nilai Penggantian Wajar

Istilah Nilai Penggantian Wajar dapat diartikan sebagai nilai untuk kepentingan pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu Properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian nonfisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan hak atas Properti dimaksud.9 Penilaian mengenai nilai penggantian wajar dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

  1. Nilai Penggantian Wajar dihitung dengan Penilai Ahli

    Permohonan keberatan atas besaran ganti kerugian yang ditawarkan oleh Penilai Publik terkadang tidak sesuai dengan besaran yang layak dan patut. Dengan demikian, dalam hal pemohon ingin mengajukan keberatan terkait besaran ganti kerugian yang ditawarkan oleh Penilai Publik, maka Pemohon Keberatan dianjurkan untuk menyertakan Penilai Ahli (diluar Penilai Publik yang ditetapkan Pemerintah) sebagai pembanding.
    Sebagai contoh, dalam Putusan No. 61/Pdt.G/2015/PN Kis jo. 1875 K/Pdt/2016, kasus antara suatu Perseroan Terbatas yang bergerak dalam bidang perkebunan melawan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara, ditemukan fakta bahwa dalam pengadaan tanah untuk Pembangunan Lintasan Kereta Api Wilayah Sumatera Utara, pertimbangan hakim untuk mengabulkan permohonan keberatan Pemohon yaitu Pemohon mengajukan ahli yang juga melakukan penilaian terhadap tanah, sehingga dapat dijadikan pembanding. Dalam kasus tersebut, terdapat perbedaan nilai ganti rugi dari penilaian Ahli (Penilai Publik lain) dengan Penilai Publik awal. Hal tersebut dikarenakan faktor dari kinerja Penilai Publik yang tidak sesuai.

  2. Nilai Penggantian Wajar dihitung tanpa Penilai Publik Ahli

    Dalam Putusan No. Putusan No.33/Pdt.G/2020/PN Psb, antara pihak yang keberatan (Pemohon) melawan Kantor Pertanaman Wilayah Kabupaten Pasaman Barat dan Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang (Termohon), hakim mengabulkan keberatan Pemohon yang tanahnya dinilai lebih rendah dari harga pembelian tanah. Dalam pertimbangannya, hakim menilai bahwa besaran ganti kerugian yang ditawarkanTermohon tidak wajar karena lebih rendah dari harga pembelian tanah tersebut. Sehingga tidak memenuhi penggantian kerugian yang layak dan patut sebagaimana diamanatkan oleh UU No.2/2012. Dalam kasus ini, pemohon tidak menyertakan Penilai Ahli sebagai pembanding. Namun, Hakimlah yang menentukan jumlah penggantian besaran ganti rugi yang layak dengan melihat pada bukti surat jual-beli tanah dan surat keterangan harga tanah. Selain itu, hakim juga mempertimbangkan mengenai kenaikan harga tanah setiap tahunnya dan nilai Nilai Jual Objek Pajak dari objek pengadaan tanah.10

    Dalam kasus lain, dalam putusan No. 52/Pdt.G/2019/PN Pwr jo. 2050 K/Pdt/2020, kasus antara warga melawan Kementrian Agraria dan Tata Ruang juga Kementrian PUPR, terbukti bahwa Penilai Publik tidak menghitung besaran ganti kerugian secara menyeluruh, dalam hal ini, kerugian non fisik berupa kerugian karena kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat biaya alih prosesi, dan nilai atas properti sisa. Dalam pertimbangannya pada kasus ini, Mahkamah Agung mewajibkan untuk melakukan perhitungan secara menyeluruh, termasuk kerugian nonfisik (kerugian kehilangan usaha atau pekerjaan) sejumlah Rp50.000.000.

Lihat Juga  Hukum Perumahan dan Permukiman

Kinerja dari Penilai Pertanahan

Dalam Putusan 61/Pdt.G/2015/PN Kis jo. 1875 K/Pdt/2016, kasus antara suatu Perseroan Terbatas yang bergerak dalam bidang perkebunan melawan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara, ditemukan fakta bahwa dalam pengadaan tanah untuk Pembangunan Lintasan Kereta Api Wilayah Sumatera Utara, Penilai Publik tidak secara langsung turun ke lapangan untuk melihat keadaan dari objek pengadaan tanah. Dalam kasus tersebut Penilai Publik menggunakan jasa pihak lain dan hanya menggunakan data-data yang diberikan oleh pihak lain. Hakim Pengadilan Negeri menimbang bahwa penilaian yang dilakukan oleh Penilai Publik tersebut adalah cacat hukum dan batal demi hukum. Sehingga hakim mengabulkan keberatan yang diajukan Pemohon.

Unsur-unsur yang digunakan Hakim untuk menolak keberatan besaran ganti kerugian pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum

  1. Letak Tanah

    Hal ini pada dasarnya masih berhubungan dengan unsur Nilai Penggantian Wajar yang digunakan hakim dalam mengabulkan permohonan keberatan. Hal ini terlihat dalam Putusan Mahkamah Agung No.1738/K/Pdt/2017, kasus antara warga sebagai Pemohon yang memiliki 2 (dua) bidang tanah yang dijadikan lokasi Pembangunan Jalan Tol Manado-Bitung dengan Kantor Pertanahan Sulawesi Utara, Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Manado-Bitung dan Bupati Minahasa Utara, di mana dalam petitumnya, Pemohon berpendapat bahwa nilai yang ditetapkan oleh Penilai Publik atas tanahnya tidak sesuai karena terdapat tanah orang lain yang berdekatan dengan tanah milik Pemohon, namun ditawarkan dengan harga yang lebih tinggi. Namun, setelah melihat faktanya, tanah milik orang lain tersebut berbeda keadaannya dengan tanah milik Pemohon, di mana tanah milik orang lain tersebut langsung berbatasan dengan Jalan Raya, sehingga pantas di nilai lebih tinggi.

  2. Tanah yang bersertifikat dan Tanah yang tidak bersertifikat

    Dalam Putusan No. 4/Pdt.G/2019/PN Mtp jo. 2204/K/Pdt/2019, kasus antara warga sebagai Pemohon yang merupakan pemilik tanah peninggalan suami/orang tuanya yang terkena proyek pembangunan Jalan Mataraman-Sungai Ulin (ORR) dengan Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan dan Kepala Kantor Pertanahan Kalimantan Selatan, hakim menemukan fakta bahwa tanah tersebut tidak memiliki sertifikat hak milik. Namun Pemohon merasa keberatan atas nilai yang ditawarkan Termohon dan membandingkan dengan harga yang ditawarkan kepada tanah orang lain yang berdekatan. Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan bahwa penilaian juga melihat pada masing-masing bidang tanah, sesuai dengan peruntukkan dan instansi yang memerlukan tanah. Hakim Mahkamah Agung dalam kasus ini juga berpendapat bahwa harga tanah yang belum bersertifikat tidak dapat dipersamakan dengan tanah lain yang sudah bersertifikat. Perbedaan harga tanah dapat terjadi karena luas objek, posisi lingkungan, dan status tanah, sehingga tidak dapat secara serta merta membandingkan dengan lokasi tanah yang lainnya.

  3. Penilaian Penilai Pertanahan telah sesuai dengan standar

    Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Penilai Pertanahan untuk dapat melakukan jasanya harus memiliki izin dari instansi-instansi terkait. Selain pentingnya izin dari Penilai Pertanahan, penilaian ganti kerugian atas pengadaan tanah wajib memenuhi standar yang ditetapkan antara lain Standar Penilaian Indonesia 306 (“SPI 306”) tahun 2014 tentang Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Kepentingan Umum. SPI 306 ini berisikan petunjuk teknis pedoman penilaian tanah terkait dengan pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam Putusan MA No. 1738 K/Pdt/2017, keberatan pemohon dengan membandingkan tanah miliknya dengan tanah orang lain yang berbatasan dengan Jalan Raya secara langsung ditolak. Alasan penolakan keberatan tersebut adalah bahwa penilaian dari Kantor Jasa Penilai Publik telah sesuai dengan SPI 306.

  4. Tidak ada penilaian Pembanding

    Unsur ini pada dasarnya telah dibahas sebelumnya, di mana Pemohon Keberatan dianjurkan menyertakan Ahli yang juga melakukan penilaian terhadap tanah untuk dapat membuktikan bahwa penilaian Penilai Pertanahan tidak tepat. Hal ini sesuai dengan pertimbangan hakim pada Putusan No. 56/Pdt.G/2020/PN Tjs jo. 1113 K/Pdt/2021, antara warga sebagai Pemohon yang memiliki lahan yang digunakan untuk pembangunan Pelabuhan Pesawat di Kalimantan Utara dengan Kantor Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Dinas Perhubungan Kalimantan Utara, di mana hakim dalam tingkat pertama dan kasasi, menolak keberatan Pemohon karena Pemohon dianggap tidak dapat membuktikan bahwa penilaian yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik tidak tepat, karena tidak dapat membuktikan hasil penilaian lembaga independent lain sebagai pembanding.

Lihat Juga  Hukum Perumahan - Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah

Kesimpulan

Dalam keberatan mengenai besaran ganti kerugian dalam Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum, hakim menggunakan beberapa unsur untuk mengabulkan permohonan keberatan, antara lain, nilai penggantian wajar yang dihitung berdasarkan penilai ahli sebagai pembanding dan dapat juga dilakukan tanpa penilai ahli. Penilaian penggantian nilai wajar yang dilakukan tanpa penilai ahli dilakukan hakim dengan mempertimbangkan bukti dan dapat juga dilakukan pemeriksaan setempat. Selain itu, hakim juga melihat kinerja dari Penilai Publik, hasil penilaian dari penilai publik yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan hasil penilaian menjadi cacat hukum.

Disamping itu, hakim juga memiliki beberapa unsur yang digunakan untuk menolak keberatan mengenai besaran ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, antara lain letak tanah, kelengkapan bukti kepemilikan tanah (seperti sertifikat tanah), penilaian dari Penilai Publik yang sudah memenuhi standar dan pemohon tidak menyertakan penilaian pembanding. Mengenai penilaian pembanding, dapat terlihat jelas bahwa hal ini merupakan salah satu hal yang cukup penting untuk dapat memastikan dan membuktikan bahwa penilaian dari Penilai Publik keliru, maka diperlukan penilaian pembanding sebagai bukti sah.

Fitri Nabilla Aulia

Sources

  1. Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
  2. Pasal 1 Angka 11 UU No.2 Tahun 2012.
  3. Peraturan Mahkamah Agung No.2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Dan Penitipan Ganti Kerugian Ke Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
  4. UU Cipta Kerja Pasal 36 Ayat (1) bagian Pengadaan Tanah.
  5. Pasal 6 ayat (9) PP Nomor 19/2021
  6. Pasal 35 UU No.2/2012
  7. Pasal 38 ayat (1) UU No.2/2012
  8. Pasal 38 ayat (3) UU No.2/2012
  9. Hamid Yusuf, Memahami Nilai Penggantian Wajar Penilaian Terkait Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Berdasarkan Standar Penilaian Indonesia), MAPPI, 2016, hlm. 25.
  10. Dalam Putusan No. 8/Pdt.G/2015/PN BR Jo. 1082 K/Pdt/2016, bahwa perhitungan ganti rugi yang ditetapkan oleh Majelis Hakim tersebut adalah setelah melakukan pemeriksaan setempat dihubungkan dengan bukti-bukti Penggugat, maka Majelis Hakim menetapkan ganti rugi tersebut adalah berdasarkan harga NJOP yang dimiliki Penggugat ditambah ganti rugi bangunan yang baru selesai 80% (delapan puluh persen), sehingga diperoleh harga ganti rugi sejumlah Rp145.896.960,0 (seratus empat puluh lima juta delapan ratus sembilan puluh enam ribu enam sembilan ratus enam puluh rupiah) dan dengan memperhitungkan pula nilai usaha Penggugat sebesar Rp225.000.000,00 (dua ratus dua puluh lima juta rupiah).