Hak Atas Tanah

Aspek Hukum Hak Guna Usaha Dan Peraturannya

Pengertian dan Dasar Hukum

Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (“UUPA”), Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan (“HGU”). Selain UUPA, peraturan lain yang mengatur mengenai HGU adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah (“PP No. 40/1996”). Pada PP No.40/1996 tersebut diatur lebih jauh mengenai HGU.

Subjek HGU

Hanya warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang dapat mempunyai HGU. Jika pemegang HGU sudah tidak memenuhi syarat sebagai warga negara Indonesia dan bukan badan hukum Indonesia yang berkedudukan di Indonesia, maka pemegang HGU tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan ataupun mengalihkan HGU tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Jika tidak dilepaskan ataupun dialihkan, maka HGU tersebut akan hapus dan status tanah kembali menjadi tanah negara.

Objek HGU

Tanah yang dapat diberikan HGU adalah tanah negara. HGU hanya dapat diberikan atas tanah yang luasnya minimal 5 Hektar. Jika luas tanah yang dimohonkan HGU mencapai 25 hektar atau lebih, maka penggunaan HGU nya harus menggunakan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.

Jika tanah yang akan diberikan HGU merupakan tanah negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian HGU baru dapat dilakukan setelah tanah tersebut dilepaskan dari statusnya sebagai kawasan hutan.

Pemberian HGU atas suatu tanah yang telah memiliki hak tertentu baru dapat dilaksanakan setelah diselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan yang berlaku.

Jika diatas tanah yang akan diberikan HGU terdapat tanaman atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan alas hak yang sah, maka pemegang HGU yang baru wajib memberikan ganti kerugian kepada pemilik bangunan dan tanaman tersebut.

Pemberian HGU

HGU diberikan berdasarkan Penetapan Pemerintah, yaitu dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri (yang bertanggung jawab di bidang pertanahan/agraria) atau pejabat yang ditunjuk. HGU terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai peraturan yang berlaku.

Jangka Waktu HGU

HGU dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan HGU untuk jangka waktu paling lama 35 tahun. Atas permintaan pemegang HGU dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.

Perpanjangan dan pembaharuan HGU dapat dilakukan atas permohonan pemegang hak bila memenuhi syarat: (i) tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut, (ii) syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak, (iii) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

Peralihan HGU

HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain melalui (i) jual-beli, (ii) tukar-menukar, (iii) penyertaan dalam modal, (iv) hibah, dan (v) pewarisan.

Peralihan HGU karena jual beli wajib dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan adanya Berita Acara Lelang. Sedangkan peralihan HGU melalui pewarisan wajib dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

Hapusnya HGU

Sebab-sebab hapusnya HGU diatur dalam Pasal 34 UUPA dan Pasal 17 ayat (1) PP No. 40/1996. HGU menjadi hapus karena hal-hal sebagai berikut:

a) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya;

b) Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena :

1) Tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 dan/atau Pasal 14 PP No. 40/1996;

2) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

c) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

d) Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;

e) Ditelantarkan;

f) Tanahnya musnah;

g) Pemegang HGU tidak lagi memenuhi syarat untuk dapat mempunyai HGU sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UUPA.

Pembebanan HGU

HGU dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Namun, Hak Tanggungan tersebut akan otomatis hapus dengan hapusnya HGU.

Pendaftaran HGU

Setiap pemberian, peralihan dan pengahapusan atas HGU harus didaftarkan untuk menjamin kepastian hukum. Pendaftaran tersebut meliputi (i) pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, (ii) pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, (iii) dan pemberian surat-surat tanda bukti hak.

Hak dan Kewajiban Pemegang HGU

Hak pemegang HGU adalah dapat mengusahakan tanahnya sesuai luas dan jangka waktu yang telah diberikan.

Pada Lampiran II Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Rebublik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 disebutkan mengenai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon HGU jika ingin mendaftarkan HGU, yang mana hal ini juga telah diatur dalam Pasal 12 ayat (1) PP No. 40/1996, yaitu :

a) Membayar uang pemasukan kepada negara;

b) Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

c) Mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan criteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

d) Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal HGU;

e) Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f) Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU;

g) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada negara sesudah HGU tersebut hapus;

Menyerahkan sertipikat HGU yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

read more

Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan sebagai Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional menurut PP No.13 tahun 2010

Di dalam Pasal 1 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (“PP No.13/2010”), diatur bahwa salah satu jenis penerimaan negara bukan pajak yang diterima oleh Badan Pertanahan Nasional adalah dari pelayanan pertimbangan teknis pertanahan. Pertimbangan Teknis Pertanahan adalah ketentuan dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagai dasar dalam penerbitan izin lokasi, penetapan lokasi, dan izin perubahan penggunaan tanah.

Jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari pelayanan pertimbangan teknis pertanahan meliputi:

Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Lokasi;
tarif: Tptil = (L/100.000 x HSBKpb) + Rp.5.000.000,00

b. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Penetapan Lokasi; dan

tarif: Tptpl = 50% x Tptil

c. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Perubahan Penggunaan Tanah

tarif: Tptip = (L/500 x HSBKpa) + Rp.350.000,00

Yang dimaksud dengan:

Tptil adalah Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Lokasi.
L adalah Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).
HSBKpb adalah Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan Tanah oleh Panitia B untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan Keputusan hak, dan penerbitan sertifikat.
Tptpl adalah Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Penetapan Lokasi.
Tptip adalah Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Perubahan Penggunaan Tanah.
HSBKpa adalah Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan Tanah oleh Panitia A untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan Keputusan hak, dan penerbitan sertifikat.

Maria Amanda

read more

Pelayanan Pendaftaran Tanah sebagai Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional menurut PP No.13 tahun 2010

Di dalam Pasal 1 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (“PP No.13/2010”), diatur bahwa salah satu jenis penerimaan negara bukan pajak yang diterima oleh Badan Pertanahan Nasional adalah dari pelayanan pendaftaran tanah. Jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari pelayanan pendaftaran tanah meliputi:

a. Pelayanan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali

Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar.

tarif: T = (2‰ x Nilai Tanah) + Rp100.000,00

b. Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah.

Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan yang terjadi kemudian.

tarif: T = (1‰ x Nilai Tanah) + Rp 50.000,00

Yang dimaksud dengan nilai tanah adalah nilai pasar (market value) yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam peta zona nilai tanah yang disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk tahun berkenaan dan untuk wilayah yang belum tersedia peta zona nilai tanah digunakan Nilai Jual Objek Pajak atas tanah pada tahun berkenaan.

Dalam Pasal 22 PP No.13/2010 tarif pelayanan pendaftaran tanah berupa pelayanan pendaftaran tanah wakaf ditetapkan sebesar Rp0,00 (nol rupiah). Dan untuk tarif pelayanan pendaftaran tanah dari pelayanan pemeliharaan data pendaftaran tanah berupa pelayanan pendaftaran penggantian nazhir ditetapkan sebesar Rp0,00 (nol rupiah).

Dalam Pasal 23 PP No.13/2010, terhadap pihak tertentu dapat dikenakan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah) dari pelayanan pendaftaran tanah berupa pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Pihak tertentu yang dapat dikenakan tarif sebesar Rp.0,00 terdiri atas:

masyarakat tidak mampu;
instansi Pemerintah;
badan hukum yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial yang penggunaan tanahnya untuk peribadatan, panti asuhan, dan panti jompo.

Terhadap pihak tertentu dapat dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif pelayanan pendaftaran tanah berupa pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Pihak tertentu yang dapat dikenakan tarif sebesar 10% dari tarif pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali terdiri atas:

veteran;
suami/istri veteran, suami/istri Pegawai Negeri Sipil, suami/istri prajurit Tentara Nasional Indonesia, suami/istri anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
pensiunan Pegawai Negeri Sipil, purnawirawan Tentara Nasional Indonesia, purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
janda/duda veteran, janda/duda Pegawai Negeri Sipil, janda/duda prajurit Tentara Nasional Indonesia, janda/duda anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
janda/duda pensiunan Pegawai Negeri Sipil, janda/duda purnawirawan Tentara Nasional Indonesia, janda/duda purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Terhadap pihak tertentu dapat dikenakan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif pelayanan pendaftaran tanah berupa pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Pihak tertentu dapat dikenakan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali terdiri atas:

Pegawai Negeri Sipil;
Prajurit Tentara Nasional Indonesia; dan
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Maria Amanda

read more

Acara Penetapan Ganti Kerugian Sehubungan dengan Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda yang Ada di Atasnya Sesuai PP No. 39 Tahun 1973

Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya (“UU No.20/1961”), Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan/atau benda-benda yang ada di atasnya. Pencabutan hak atas tanah yang dilakukan oleh Presiden harus diikuti dengan membayar ganti kerugian kepada pihak yang berhak atas hak atas tanah yang akan dicabut. Acara penetapan ganti kerugian sehubungan dengan pencabutan hak atas tanah dan/atau benda yang ada di atasnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1973 yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No.20/1961.

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya (“PP No.39/1973”), apabila pihak yang berhak atas hak atas tanah yang akan dicabut tidak bersedia menerima uang ganti kerugian karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka ia dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.

Permintaan banding diajukan kepada Pengadilan Tinggi yang daerah kekuasaannya meliputi tanah dan/atau benda-benda yang haknya dicabut. Jangka waktu permintaan banding selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Keputusan Presiden atas pencabutan hak atas tanah disampaikan kepada yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PP No.39/1973.

Permintaan banding dapat disampaikan dengan surat atau secara lisan kepada Panitera Pengadilan Tinggi. Apabila permintaan banding disampaikan secara lisan maka panitera membuat catatan tentang permintaan banding. Permintaan banding baru diterima apabila terlebih dahulu telah dibayar biaya perkara yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi oleh pihak yang meminta banding. Apabila ternyata peminta banding tidak mampu, maka atas pertimbangan Ketua Pengadilan Tinggi, ia dapat dibebaskan dari pembayaran biaya perkara tersebut.

Pengadilan Tinggi selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya permintaan banding, harus sudah memeriksa permintaan banding bersangkutan. Pengadilan Tinggi dapat mendengar secara langsung keterangan semua pihak yang bersangkutan dengan pelaksanaan pencabutan hak atas tanah dan atau benda-benda di atasnya tersebut. Pengadilan Tinggi memberitahukan putusannya kepada pihak-pihak yang bersangkutan, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah tanggal putusan perkara.

Putusan Pengadilan Tinggi ini diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Biaya perkara dan pengumuman dibebankan kepada peminta banding dan atau yang berkepentingan atas pertimbangan Ketua Pengadilan Tinggi.

Maria Amanda

read more