Pendahuluan

Perkembangan pesat dalam sektor konstruksi di Indonesia terjadi sejalan dengan adanya peningkatan kebutuhan infrastruktur dan fasilitas untuk mendukung aktivitas penduduk yang menuju ke arah industrialisasi dan persaingan global. Hal ini menyebabkan persaingan di antara penyedia jasa konstruksi yang semakin ketat, dan untuk itulah kunci keberhasilan proyek konstruksi melibatkan berbagai aspek, seperti waktu, biaya, dan mutu pekerjaan.

Dalam pelaksanaan proyek pembangunan/konstruksi, pemilik proyek tentunya mencari kontraktor/penyedia jasa terbaik di pasar melalui berbagai mekanisme yang umum ditemui dalam best practices untuk memilih pelaksana pembangunan yang dinilai memiliki performa yang baik berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.1 Berdasarkan paparan tersebut, tentunya diperlukan pengaturan dan ketentuan yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat mengenai mekanisme pemilihan jasa yang transparan dan akuntabel, baik dalam lingkup pembangunan yang diselenggarakan pihak pemerintah maupun swasta.

Kebutuhan akan adanya pengaturan dan ketentuan yang mengatur dengan baik ini diperlukan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan dalam proses pengadaan konstruksi. Dampak dari adanya penyimpangan dalam pengadaan konstruksi pun cukup luas, diantaranya yakni penurunan mutu, jumlah, dan nilai barang atau jasa, kerugian keuangan bagi negara atau korporasi dalam bentuk penyusutan anggaran, pelaku usaha lain yang lebih kompeten tidak dapat ikut dalam pengadaan, serta yang paling utama merugikan kepentingan umum masyarakat. Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai mekanisme pemilihan penyedia jasa konstruksi yang terdapat pada peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam berbagai tingkatan, baik dalam ruang lingkup penyelenggaraan oleh pemerintah maupun bisnis oleh swasta.

Pembahasan

Persyaratan Penyedia Jasa

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (“UU JK”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“Selanjutnya disebut Perubahan UU JK”) turut mengatur mengenai mekanisme pemilihan penyedia jasa konstruksi. Yang paling utama, penyedia jasa yang dapat mengikuti pemilihan penyedia jasa haruslah yang memenuhi persyaratan dalam undang-undang tersebut.2

Penyedia jasa konstruksi (individu/badan usaha) harus terlebih dahulu memiliki perizinan berusaha, yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah dengan mengacu kepada ketentuan yang diatur oleh Pemerintah Pusat.3 Izin usaha tersebut berlaku di seluruh wilayah Negara Indonesia, dan Pemerintah Daerah dapat menindaklanjuti dengan membentuk peraturan perizinan berusaha di tingkat daerah.4

Khusus untuk badan usaha yang mengerjakan jasa konstruksi, diwajibkan untuk memiliki sertifikat badan usaha, yang diterbitkan melalui proses sertifikasi dan registrasi oleh Pemerintah Pusat. Sebelumnya, badan usaha juga diwajibkan untuk memiliki tanda daftar pengalaman, sebagai justifikasi pengalaman dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, namun telah dihapuskan di dalam perubahan terbaru.5

Namun, pada tingkat kementerian masih terdapat Peraturan Menteri PUPR Nomor 08/PRT/M/2019 tentang Pedoman Pelayanan Perizinan Usaha Jasa Konstruksi Nasional (“Permen PUPR 08/2019”) yang diatur pada Pasal 33. Selain itu, Sertifikat Badan Usaha Jasa Konstruksi (“SBUJK”), yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (“LPJK”), pada proses permohonan registrasinya harus melampirkan database badan usaha, di mana salah satu komponen dari database badan usaha adalah data pengalaman dari badan usaha dalam penyediaan jasa konstruksi.6

Mengenai badan usaha jasa konstruksi asing, untuk dapat beroperasi di wilayah Indonesia, mereka diwajibkan untuk membangun kantor perwakilan atau badan usaha berbadan hukum Indonesia melalui kerja sama modal dengan badan usaha jasa konstruksi nasional.7 Persyaratan pendirian kantor perwakilan oleh badan usaha asing mencakup juga memiliki kualifikasi usaha besar, memiliki perizinan berusaha, kerja sama operasi dengan badan usaha nasional sesuai peraturan undang-undang, komposisi penggunaan tenaga kerja Indonesia yang lebih tinggi dan kewajiban penempatan warga negara Indonesia sebagai pimpinan, penggunaan material dan teknologi konstruksi dalam negeri, serta memiliki teknologi tinggi, efisien, berwawasan lingkungan, dan melakukan alih teknologi.8

Lihat Juga  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek

Lebih lanjut, proses pemilihan penyedia jasa dalam kontrak jasa konstruksi mempertimbangkan faktor-faktor seperti bidang usaha, kualifikasi, beban kerja, kinerja sebelumnya, dan pengalaman.9 Terkait dengan perlindungan atas kepentingan umum/masyarakat, pengguna jasa dalam pengikatan jasa konstruksi dilarang menggunakan penyedia jasa yang terafiliasi pada pembangunan untuk kepentingan umum tanpa melalui tender, seleksi, atau katalog elektronik.10 Perlindungan dari pemerintah atas penyelenggaraan pemilihan jasa konstruksi juga dapat kita lihat dengan adanya ketentuan pengenaan sanksi administratif bagi usaha perseorangan dan badan usaha yang tidak memiliki perizinan berusaha, yang dapat berupa peringatan tertulis, denda administratif, dan/atau penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi.11

Mekanisme pemilihan penyedia jasa konstruksi yang telah dibahas di atas, dapat disimpulkan lebih banyak mengatur mengenai persyaratan bagi pihak swasta yang ingin berpartisipasi dan menyelenggarakan proses pemilihan penyedia jasa. Untuk mekanisme pemilihan penyedia jasa dalam ruang lingkup pemerintah lebih banyak diatur di dalam peraturan di bawah undang-undang, seperti peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan tingkat kementerian/lembaga, yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya.

Ketentuan Pemilihan Penyedia Jasa oleh Pemerintah

Ketentuan mekanisme Pemilihan Penyedia Jasa oleh Pemerintah sebelumnya diatur dalam Pasal 42 UU JK, namun pasal tersebut telah dihapus. Alhasil, ketentuan tersebut sekarang diatur pada tingkat peraturan pemerintah. Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi oleh Pemerintah dilaksanakan oleh unsur-unsur seperti Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Pengadaan, Pokja Pemilihan, Agen Pengadaan, Penyelenggara Swakelola, serta Penyedia Jasa.12

Proses pemilihan penyedia jasa yang pembiayaannya dari keuangan negara, melibatkan sistem penilaian kualifikasi dan evaluasi penawaran.13 Kinerja penyedia jasa dievaluasi berdasarkan laporan kinerja yang dicatat dalam sistem informasi, dan Menteri Pekerjan Umum dan Perumahan Rakyat (“Menteri PUPR”) berwenang mengumumkan daftar penyedia yang memiliki kinerja baik kepada masyarakat jasa konstruksi.14 Pemilihan penyedia jasanya sendiri dapat dilakukan melalui metode tender, penunjukan langsung, pengadaan langsung, atau pengadaan melalui katalog elektronik.15

Proses tender melibatkan prakualifikasi, pascakualifikasi, dan tender cepat. Prakualifikasi untuk pekerjaan konstruksi kompleks, pascakualifikasi untuk pekerjaan konstruksi sederhana, dan tender cepat jika spesifikasi telah rinci, penyedia terkualifikasi, dan pemenang ditetapkan berdasarkan harga terendah.16

Untuk mekanisme penunjukan langsung hanya dapat dilakukan dalam situasi darurat, pekerjaan kompleks yang terbatas, pekerjaan rahasia negara, pekerjaan berskala kecil, dan kondisi tertentu. Kondisi tertentu untuk jasa konstruksi mencakup keadaan seperti penyelenggaraan mendadak oleh negara, pekerjaan rahasia negara, konstruksi sebagai satu sistem yang tidak dapat terencana sebelumnya, dan penanganan darurat. Untuk jasa konsultansi, keadaan tertentunya yaitu yang melibatkan permintaan berulang, penugasan pemerintah kepada BUMN/BUMD, jasa yang hanya dapat dilakukan oleh satu pelaku usaha, dan jasa dengan pemegang hak cipta atau pemenang tender sebelumnya.17

Terakhir, pengadaan langsung hanya berlaku untuk paket dan pekerjaan kecil dengan teknologi sederhana dan risiko rendah, terbatas pada usaha kecil atau perseorangan, kecuali memerlukan kompetensi teknis tertentu.18 Terkait dengan pengadaan melalui katalog elektronik hanya berlaku untuk pekerjaan yang telah terdaftar di katalog.19 Dalam hal pembangunan untuk kepentingan umum, proses pemilihan penyedia jasa konstruksi wajib dilakukan melalui tender, seleksi, atau katalog elektronik, yang mencakup pembangunan berdampak nasional, negara, dan/atau masyarakat. Jadi, untuk penunjukan langsung dilarang dalam konteks kepentingan umum.20

Lihat Juga  Indonesia Law Firm - Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja

Dengan adanya perkembangan teknologi, kebutuhan akan adanya pemilihan penyedia jasa dalam lingkup pemerintah yang lebih transparan dan akuntabel membuat pemerintah membuat kebijakan pengadaan barang/jasa secara elektronik. Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (“SPSE”) dan sistem pendukungnya, dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“LKPP”) diberi wewenang untuk mengembangkan SPSE, serta memanfaatkan E-marketplace yang menyediakan katalog elektronik, toko daring, dan pemilihan penyedia, yang diawasi dan dikelola oleh LKPP bekerja sama dengan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa dan/atau Pelaku Usaha.21

Peraturan-peraturan di atas, didukung juga oleh peraturan setingkat kementerian dan lembaga seperti Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia (“Permen PUPR 14/2020”) yang secara khusus mengatur mengenai pengadaan jasa konstruksi melalui penyedia jasa dalam ruang lingkup kementerian/lembaga, atau perangkat daerah yang pembiayaannya dari APBN/APBD yang mencakup juga pembiayaan dari pinjaman atau hibah dalam negeri dan luar negeri yang diterima oleh pemerintah atau pemerintah daerah.22

Terdapat juga Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021. Pada Lampiran II-nya mengatur ketentuan pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi lingkup pemerintah melalui penyedia, dan pada Lampiran V-nya mengatur ketentuan Dokumen Pemilihan pengadaan jasa konstruksi melalui penyedia yang wajib diurus dan dimiliki oleh penyedia jasa selama proses penyelenggaraan pemilihan penyedia jasa di lingkup pemerintah.

Kesimpulan

Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa ketentuan pada UU JK lebih banyak mengatur mengenai persyaratan bagi pihak swasta yang ingin berpartisipasi dan menyelenggarakan proses pemilihan penyedia jasa. Selebihnya, bagi pihak swasta yang menyelenggarakan pemilihan penyedia jasa konstruksi diserahkan kepada pihak swasta itu sendiri, sesuai dengan asas Kebebasan Berkontrak dan Pacta Sunt Servanda. Namun, kebebasan tersebut juga tentunya memiliki pembatasan, yaitu penyelenggaraannya dari tahap pembuatan kontrak hingga implementasi proyek tetap mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya mengenai jasa konstruksi.

Ketentuan ini berlaku juga bagi ketentuan pemilihan penyedia jasa oleh pemerintah, bedanya, persyaratan teknis dan administrasi dalam ruang lingkup pemerintah lebih diatur secara spesifik, contohnya adalah dokumen pemilihan pengadaan jasa konstruksi yang terstandar dan diatur pada Lampiran V Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021. Pemerintah juga sebagai regulator mempunyai peran tambahan untuk mengawasi dan mengembangkan sistem penyelenggaraan jasa konstruksi yang baik secara keseluruhan.

Lebih lanjut, untuk proses pemilihan penyedia jasa konstruksi pada lingkup pemerintah yang terdapat pada berbagai peraturan perundang-undangan, dari tingkat undang-undang hingga peraturan lembaga yang mengatur secara komprehensif dan tegas secara tidak langsung dapat diartikan bahwa proses pemilihan penyedia jasa konstruksi yang menggunakan pembiayaan keuangan negara diselenggarakan dengan prinsip penuh kehati-hatian dan mengutamakan transparansi, baik oleh pengguna maupun penyedia jasa. Tentunya ini merupakan suatu kewajaran untuk memastikan pengawasan terhadap keuangan negara dan pertanggungjawabannya untuk memastikan pembangunan negara yang menuju industrialisasi berjalan dengan baik.

Reference

Article

Fahlefi, Erdin, Akhmad Suraji, and Albani Musyafa. “A Study of Deviations in the Implementation of Legal Aspects in Construction Procurement.” Scientific Journal of Industrial Engineering and Innovation. Vol. 1. Number 3 (2023). Page 10-18.

Regulations

Law on Construction Services. Law Number 2 of 2017. LN 2017 Number 11. TLN Number 6018.

Lihat Juga  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi

Law on the Ratification of Government Regulations in Lieu of Law Number 2 of 2022 concerning Job Creation into Law. Law Number 6 of 2023. LN 2023 Number 41. TLN Number 6856.

Government Regulation on the Implementation of Law Number 2 of 2017 concerning Construction Services. Government Regulation Number 22 of 2020. LN 2020 Number 107. TLN Number 6494.

Government Regulation on Amendments to Government Regulation Number 22 of 2020 concerning the Implementation of Law Number 2 of 2017 Regarding Construction Service. Government Regulation Number 14 of 2021. LN 2021 Number 24. TLN Number 6626.

Presidential Regulation on Government Procurement of Goods/Services. Presidential Regulation Number 16 of 2018. LN 2018 Number 33.

Presidential Regulation on Amendments to Presidential Regulation Number 16 of 2018 concerning Government Procurement of Goods/Services. Presidential Regulation Number 12 of 2021. LN 2021 Number 63.

Minister of Public Works and Public Housing Regulation on Standards and Guidelines for Procuring Construction Services through Providers. MPWPH Regulation Number 14 of 2020.

Regulation of the Government Procurement Policy Agency on Guidelines for Implementing Government Procurement of Goods/Services through Providers. LKPP Regulation Number 12 of 2021.

Sang Rafi Syuja

Sources

  1. Erdin Fahlefi, Akhmad Suraji, dan Albani Musyafa, “Studi Deviasi Penerapan Aspek Hukum Pengadaan Konstruksi,” Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Inovasi, Vol. 1, No. 3 (2023), hlm. 11.
  2. Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi, UU Nomor 2 Tahun 2017, LN Tahun 2017 No. 11, TLN No. 6018, selanjutnya disebut UUJK, Pasal 41.
  3. Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, UU Nomor 6 Tahun 2023, LN Tahun 2023 No. 41, TLN No. 6856, selanjutnya disebut UU Penetapan Perppu CK, Pasal 26-28.
  4. UU Penetapan Perppu CK, Ps. 29.
  5. UU Penetapan Perppu CK, Ps. 30-31.
  6. Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional tentang Sertifikasi dan Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi, Peraturan LPJKN Nomor 3 Tahun 2017, Pasal 48 ayat (1) dan (2).
  7. UUJK, Ps. 32.
  8. UU Penetapan Perppu CK, Ps. 33-34.
  9. UUJK, Ps. 43.
  10. UU Penetapan Perppu CK, Ps. 44.
  11. UU Penetapan Perppu CK, Ps. 89.
  12. Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Perpres Nomor 12 Tahun 2021, LN Tahun 2021 No. 63, Pasal 8.
  13. Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, PP Nomor 22 Tahun 2020, LN Tahun 2020 No. 107, TLN No. 6494, Pasal 60.
  14. Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, PP Nomor 14 Tahun 2021, LN Tahun 2021 No. 24, TLN No. 6626, Pasal 61.
  15. PP Nomor 22 Tahun 2020, Ps. 62.
  16. PP Nomor 22 Tahun 2020, Ps. 63.
  17. PP Nomor 22 Tahun 2020, Ps. 65.
  18. PP Nomor 22 Tahun 2020, Ps. 67.
  19. PP Nomor 22 Tahun 2020, Ps. 69.
  20. PP Nomor 14 Tahun 2021, Ps. 72.
  21. Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Perpres Nomor 16 Tahun 2018, LN Tahun 2018 No. 33, Pasal 70-71.
  22. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia, Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2020, Pasal 2-3.