Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“Hukum Agraria”), hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 42 Hukum Agraria, hak pakai dapat diberikan kepada:

warga negara Indonesia;
orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia; dan
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Peralihan Hak Pakai

Berdasarkan Pasal 54 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah (“PP 40”), diatur bahwa hak pakai dapat dialihkan dengan beberapa cara:
jual beli;
tukar menukar;
penyertaan dalam modal;
hibah;
pewarisan.
Selanjutnya, dinyatakan bahwa peralihan atas hak pakai wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Untuk peralihan hak pakai yang terjadi karena pewarisan, dalam Pasal 54 ayat (7) disebutkan bahwa peralihan hak pakai harus dibuktikan dengan adanya surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah (“PP 24”) mengatur secara khusus dokumen-dokumen yang harus disediakan oleh ahli waris untuk pendaftaran tanah:

sertifikat tanah;
surat keterangan kematian pemegang hak pakai;
surat keterangan waris.
Selain itu, dalam penjelasan Pasal 42 PP 24 menyatakan bahwa pengalihan hak pakai akan terjadi pada saat pemegang hak pakai meninggal, yang menunjukan bahwa ahli waris akan menjadi pemegang hak yang baru. Sehubungan dengan pihak yang berhak untuk menjadi ahli waris, hal tersebut akan bergantung pada hukum perdata yang berlaku bagi pemegang hak pakai yang ada.

Jerry Shalmont

read more