Pengaturan kepemilikan properti oleh orang asing di Indonesia berangkat dari UUPA.1 yang mengatur bahwa orang asing dapat memiliki hak pakai dan hak sewa. Saat ini, pengaturan mengenai kepemilikan properti oleh orang asing diperjelas dalam PP No. 18/20212 dan Permen ATR3 No. 18/20214 yang merupakan ketentuan pelaksanaan dari kepemilikan properti oleh orang asing. Namun, ada celah dalam peraturan-peraturan tersebut yang dapat menghambat pelaksanaan kepemilikan properti oleh orang asing. Artikel ini membahas kerangka peraturan mengenai kepemilikan properti oleh orang asing dan menguraikan apa yang dapat menjadi celah dalam pelaksanaannya.
Kerangka Peraturan
Orang asing dapat memiliki tempat tinggal apabila ia memiliki dokumen keimigrasian, yaitu visa, passport, atau izin tinggal. Properti tersebut dapat diwariskan kepada ahli warisnya yang juga wajib memiliki dokumen keimigrasian tersebut apabila ahli waris merupakan orang asing. Warga Negara Indonesia yang melangsungkan perkawinan dengan orang asing berhak atas hak atas tanah yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya sepanjang hak atas tanah tersebut bukan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta yang dibuat dengan akta notaris.
Dalam PP No. 18/2021, orang asing dapat memiliki rumah tapak dan Satuan Rumah Susun (“Sarusun”). Berkenaan dengan kepemilikan rumah tapak, orang asing sekarang juga dapat memiliki rumah tapak yang dibangun di atas tanah hak pakai atas hak pengelolaan, berdasarkan perjanjian pemanfaatan tanah dengan pemegang hak pengelolaan. Sebelumnya, PP No. 105/20155 hanya memperbolehkan orang asing untuk memiliki rumah tapak yang dibangun di atas tanah (i) hak pakai, dan (ii) hak pakai di atas hak milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian hak pakai di atas hak milik dengan akta PPAT.6
Pertanyaannya sekarang, bagaimana jika orang asing membeli rumah tapak dengan dasar hak milik atau hak guna bangunan? Permen ATR No. 18/2021 memberikan jawabannya. Hak atas tanah berupa hak milik atau hak guna bangunan tersebut diubah menjadi hak pakai. Namun, Permen ATR No. 18/2021 tidak mengatur apakah perubahan tersebut terjadi demi hukum atau perlu didaftarkan lagi oleh Kantor Pertanahan berdasarkan permohonan. Sebagai informasi, Permen ATR No. 29/2016, peraturan sebelumnya, mengatur bahwa perubahan hak milik/hak guna bangunan menjadi hak pakai terjadi demi hukum dan pendaftaran perubahan hak merupakan proses administrasi yang tidak mengakibatkan putusnya hubungan keperdataan antara subyek hak dengan haknya.
Berkenaan dengan Sarusun, orang asing sekarang diperbolehkan untuk memiliki Sarusun yang dibangun di atas tanah hak pakai atau hak guna bangunan di atas (i) tanah negara, (ii) tanah hak pengelolaan, atau (iii) tanah hak milik. Sebelumnya PP No. 105/2015 hanya memperbolehkan orang asing untuk memiliki Sarusun yang dibangun di atas tanah hak pakai. Sehingga, kepemilikan Sarusun yang dibangun di atas hak guna bangunan merupakan suatu hal baru.
Orang asing memperoleh SHMSRS7 sebagai bukti kepemilikan atas Sarusun yang dimilikinya. Namun, kepemilikan orang asing atas Sarusun di atas hak guna bangunan tidak meliputi hak kepemilikan bersama atas tanah bersama.
Lebih lanjut, PP No. 18/2021 mengatur bahwa Sarusun yang dapat dimiliki oleh orang asing merupakan Sarusun yang dibangun di kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan industri dan kawasan ekonomi lainnya. “Kawasan ekonomi lainnya” didefinisikan secara luas sebagai kawasan perkotaan dan/atau kawasan pendukung perkotaan, kawasan pariwisata, atau kawasan yang mendukung pembangunan hunian vertikal. Melihat definisi “kawasan ekonomi lainnya” yang luas, ketentuan tersebut seharusnya tidak dilihat sebagai batasan yang besar terhadap kepemilikan properti oleh orang asing.
Kepemilikan properti oleh orang asing diberikan dengan batasan, yaitu (i) minimal harga, (ii) luas maksimal bidang tanah, (iii) jumlah bidang tanah atau unit Sarusun, dan (iv) peruntukan sebagai hunian. Batasan ini diatur lebih lanjut dalam Permen ATR No. 18/2021.
Pembatasan kepemilikan asing atas rumag tapak, yaitu (i) hanya diperbolehkan memiliki rumah dengan kategori rumah mewah; (ii) 1 (satu) bidang tanah per orang/keluarga; dan (iii) maksimal luas tanah 2.000m2. Pengecualian atas batasan dalam poin (i) dan (ii) diberikan kepada orang asing, dengan tunduk pada izin dari Menteri ATR/BPN, apabila kehadirannya memberikan dampak positif terhadap ekonomi dan sosial. Sedangkan untuk Sarusun, orang asing hanya dibatasi untuk memiliki Sarusun dengan kategori rumah susun mewah. Ada juga pembatasan mengenai harga minimal bagi orang asing untuk dapat memiliki rumah tapak dan Sarusun yang akan diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri ATR/BPN.
Perolehan rumah tapak dan Sarusun oleh orang asing dapat berasal dari jual beli, hibah, tukar menukar, lelang, dan cara lain dengan maksud untuk memindahkan hak. Satu ketentuan dalam Permen ATR No. 18/2021 mengindikasikan bahwa orang asing diperbolehkan untuk memperoleh kepemilikan properti melalui pasar perdana (primary market) dan pasar sekunder (secondary market). Sebelum Permen ATR No. 18/2021, orang asing hanya diperbolehkan membeli rumah tapak atau rumah susun melalui pasar primer.8
Celah dalam Pelaksanaan
Di sisi lain, terdapat celah dalam peraturan-peraturan yang dapat menghambat kelancaran pelaksanaan kepemilikan properti oleh orang asing di Indonesia.
Pertama, terdapat konflik pengaturan antara PP No. 18/2021 dengan UUPA dan UU Rusun,9 secara khusus mengenai kepemilikan asing atas Sarusun yang dibangun di atas tanah hak guna bangunan. UU Rusun mengatur bahwa SHMSRS diterbitkan kepada setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yang diuraikan dalam UUPA.10 Dalam konteks rumah susun, hak atas tanah yang relevan yang dapat dipegang oleh orang asing berdasarkan UUPA adalah hak pakai.11 Dengan demikian, berdasarkan UU Rusun dan UUPA, dapat disimpulkan bahwa orang asing hanya dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas tanah hak guna bangunan.
UUPA tidak memperbolehkan orang asing untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, namun PP No. 18/2021 memperbolehkan orang asing memiliki Sarusun yang dibangun di atas hak guna bangunan. Hal ini dapat dilihat sebagai pertentangan pengaturan antara PP No. 18/2021 dengan UUPA dan UU Rusun. Sebagai akibatnya, ketentuan dalam PP No. 18/2021 tersebut dapat di uji materil melalui Mahkamah Agung karena dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu UUPA dan UU Rusun. Apabila uji materil dikabulkan, ketentuan mengenai kepemilikan asing atas Sarusun dapat dicabut.
Kedua, mengenai batasan-batasan bagi kepemilikan orang asing atas properti. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, PP No. 18/2021 mengatur mengenai pembatasan yang wajib dipatuhi untuk kepemilikan asing atas properti, yaitu (i) minimal harga, (ii) luas maksimal bidang tanah, (iii) jumlah bidang tanah atau unit Sarusun, dan (iv) peruntukan sebagai hunian. Pembatasan tersebut diatur lebih lanjut dalam Permen ATR No. 18/2021. Kami tidak melihat ada penjelasan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri mengenai jumlah kepemilikan maksimal Sarusun yang dapat dimiliki orang asing. Lebih lanjut, Permen ATR No. 18/2021 juga tidak menguraikan mengenai harga minimal, dimana harga minimal tersebut akan ditetapkan dalam Keputusan Menteri ATR/BPN.
Berdasarkan hal tersebut di atas, masih belum jelas berapa harga minimum sebuah properti yang dapat dimiliki orang asing. Sampai Menteri ATR/BPN menerbitkan Keputusan Menteri dimaksud, bisa jadi beberapa pengembang properti ragu dalam menentukan harga properti yang diperuntukkan bagi orang asing. Menarik untuk disimak berapa harga yang akan ditetapkan sebagai harga minimum bagi properti yang dapat dimiliki orang asing. Akankah lebih rendah atau lebih tinggi dari harga yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sebelum dicabut oleh Permen ATR No. 18/2021, batasan harga minimal tertuang dalam Permen ATR No. 29/2016.12 Sebagai contoh, di DKI Jakarta, batasan harga minimal untuk rumah tapak yaitu Rp10milyar, sedangkan harga minimal untuk Sarusun adalah Rp3milyar. Berkenaan dengan hal ini, kami membuat sebuah proyeksi mengenai batasan harga minimal yang dapat diterapkan untuk rumah tapak dan Sarusun.
Kami membuat proyeksi dengan memperhitungkan kenaikan faktor pengali dalam menghitung harga rumag mewah di 2021 dan sebelumnya. Di 2021, harga rumah mewah adalah 15 kali harga rumah umum.13 Sedangkan faktor pengali harga rumah mewah sebelum 2021 adalah 6 kali.14 Tampak bahwa faktor pengali yang berlaku di 2021 lebih tinggi 2.5 kali dari faktor pengali yang ditetapkan sebelumnya. Ini menggambarkan bahwa harga rumah mewah di tahun 2021 adalah 2,5 kali lebih tinggi dari harga rumah mewah pada tahun sebelumnya. Dengan memperhitungkan faktor pengali 2,5, kami memperkirakan batasan harga minimal untuk rumah tapak dan Sarusun, kemungkinan, senilai Rp20,5miliar dan Rp7,5miliar untuk masing-masing.15
Penutup
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, ada potensi celah di dalam peraturan mengenai kepemilikan properti oleh orang asing di Indonesia. Mungkin, diperlukan suatu peraturan atau petunjuk teknis yang lebih spesifik dan lebih detail untuk memastikan kelancaran pelaksanaan kepemilikan properti oleh orang asing di Indonesia.
Kevin Samuel Fridolin Manogari
Sources
- Law No. 5 of 1960 on Basic Principles of Agrarian
- Government Regulation No. 18 of 2021 on Right of Management, Land Right, Condominium Unit, and Land Registration
- Minister of Agrarian and Spatial Planning / Head of National Land Agency
- Minister of Agrarian and Spatial Planning / Head of National Land Agency No. 18 of 2021 on the Methods of the Determination of Right if Management and Land Rights
- Government Regulation No. 103 of 2015 on the Ownership of Residential Housing by Foreign Citizen Reside in Indonesia, which has been revoked by GR No. 18/2021
- Land Conveyancing Officer / Pejabat Pembuat Akta Tanah
- Certificate of ownership of Condominium Unit / Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (“SHMSRS”)
- Article 2 of MASP Regulation No. 13/2016
- Law No. 20 of 2011 on Condominium Law as amended by Law No. 11 of 2020 on Job Creation
- Article 47 paragraph (2) of Condominium Law
- Article 17 of Condominium Law stipulates that condominium can be built over (i) right of ownership land, (ii) right of use/right to build over state land, and (iii) right of use/right to build over right of management land
- Minister of Agrarian and Spatial Planning Regulation No. 29 of 2016 on The Procedure of the Granting, Relinquishment, or Transfer of Right over the Ownership of Residential House by Foreign Citizen Domiciled in Indonesia
- Article 21E of Government Regulation No. 12 of 2021
- Article 1 number 7 of Minister of Public Works and Housing Regulation No. 7 of 2013
- This calculation is projection only and shall not be deemed as fully accurate calculation. The accurate and binding minimum price restriction is the minimum price restriction as determined further by the Government Instance