Salah satu tahapan di dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum adalah penerbitan penetapan lokasi oleh Gubernur atau Bupati/Walikota jika mereka menerima delegasi dari Gubernur. Penetapan lokasi digunakan sebagai izin untuk pengadaan tanah, perubahan penggunaan tanah, dan peralihan hak atas tanah untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Penetapan lokasi harus sesuai dengan rencana tata ruang. Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah (“UU No. 2/2012”), Pengadilan Tata Usaha Negara (“PTUN”) memiliki kewenangan untuk memeriksa gugatan terhadap penetapan lokasi. Tata cara beracara dalam sengketa terkait penetapan lokasi di PTUN diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2016 (“Perma No. 2/2016”).

Gugatan oleh Penggugat

Gugatan terhadap penetapan lokasi diajukan ke PTUN domisili pejabat tata usaha negara yang menerbitkan penetapan lokasi. Di dalam gugatan, penggugat harus menjelaskan:

  1. identitas penggugat;
  2. identitas tergugat;
  3. informasi mengenai penetapan lokasi yang digugat;
  4. dasar gugatan yang terdiri atas (i) kewenangan PTUN dimana gugatan diajukan, (ii) kedudukan hukum penggugat, (iii) informasi bahwa gugatan yang diajukan masih dalam tenggat waktu yang diizinkan, (iv) alasan-alasan gugatan yang terdiri dari fakta bahwa penerbitan penetapan lokasi melanggar hukum, dan/atau melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.
  5. permintaan oleh penggugat kepada hakim untuk (i) mengabulkan gugatan, (ii) menyatakan penetapan lokasi batal atau tidak berlaku, dan (iii) memerintahkan tergugat untuk mencabut penetapan lokasi.

Penggugat adalah pihak yang berhak, yaitu individu, badan hukum, instansi pemerintah atau masyarakat hukum adat. Sedangkan tergugat adalah Gubernur atau Bupati/Walikota yang menerbitkan penetapan lokasi.

Gugatan harus diajukan tidak lebih dari 30 hari kerja sejak pengumuman penetapan lokasi (harus dibuat dalam Bahasa Indonesia, dan diajukan dengan 5 salinan). Gugatan juga diajukan dengan bukti-bukti pendahuluan, sebagai berikut:

  1. Bukti-bukti terkait identitas penggugat, yaitu:
    • Jika individual: KTP;
    • Jika badan hukum: akta pendirian, surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang pengesahan sebagai badan hukum, dan akta tentang penunjukkan pihak yang mewakili badan hukum di pengadilan, beserta KTP atau tanda bukti lain yang sah;
    • Jika instansi pemerintah: peraturan perundang-undangan terkait pembentukan instansi pemerintah tersebut;
    • Jika masyarakat hukum adat: bukti yang membuktikan bahwa masyarakat hukum adat tersebut masih eksis.
  2. Salinan dari penetapan lokasi.
  3. Salinan yang kepemilikan tanah.
Lihat Juga  Podcast on Real Estate Law – Aspek Uji Tuntas Hukum Terkait Akuisisi Saham

Proses Pembuktian

Proses pembuktian dalam sengketa penetapan lokasi berdasarkan Perma No. 2/2016 berbeda dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 (“UU PTUN”). Pemeriksaan sengketa dilakukan melalui beberapa tahapan, seperti (i) pemeriksaan gugatan, (ii) pemeriksaan jawaban, (iii) pemeriksaan bukti-bukti, (iv) pemeriksaan saksi-saksi, (v) pemeriksan ahli-ahli, (vi) pemeriksaan alat bukti lainnya dalam bentuk dokumen elektronik dan informasi elektronik, dan (vii) putusan.

PTUN wajib menjatuhkan putusan tidak lebih dari 30 hari kerja sejak gugatan diterima (terdaftar di dalam register perkara).

Kasasi

Tidak ada upaya hukum banding dalam sengketa penetapan lokasi. Keberatan terhadp putusan PTUN hanya dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Permohonan kasasi harus diajukan tidak lebih dari 7 hari kerja sejak putusan dibacakan oleh Majelis Hakim PTUN. Memori kasasi wajib diajukan tidak lebih dari 7 hari kerja sejak pernyataan kasasi. Selanjutnya, termohon dapat mengajukan kontra memori kasasipaling lambat 7 hari kerja sejak tanggal pengiriman memori kasasi kepada termohon. Mahkamah Agung wajib menjatuhkan putusan dalam waktu 30 hari kerja sejak tanggal pendaftaran kasasi di Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung dikategorikan sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap, dan tidak tersedia untuk upaya peninjauan kembali.


Adrian Fernando Simangunsong