Agraria

Izin Lokasi

Latar Belakang
Izin lokasi diperlukan oleh suatu perusahaan untuk memperoleh tanah dalam rangka melaksanakan rencana penanaman modal yang dimilikinya. Izin lokasi ini diatur di dalam Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi (“Permenag No. 2/1999”).

Izin Lokasi
Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.

Setiap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib mempunyai izin lokasi untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal yang bersangkutan. Namun, Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal:

tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) dari para pemegang saham;
tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagai atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang;
tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melajaksanakan usaha industri dalam suatu kawasan industri;
tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan rencana pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut;
tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan;
tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi ) untuk usaha bukan pertanian; atau
tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan uyang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan.

Jangka Waktu Pemberian Izin Lokasi
Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut:

a. Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha, 1 (satu) tahun;

b. Izin Lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha, 2 (dua) tahun;

c. Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha, 3 (tiga) tahun.

Dalam hal perolehan tanah belum selesai dalam jangka waktu Izin Lokasi sebagaimana tersebut di atas, maka Izin Lokasi dapat diperpanjang jangka waktunya selama 1 (satu) tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih dari 50% (lima puluh persen) dari luas tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi.

Tata Cara Pemberian Izin Lokasi
Sebelum Izin Lokasi diberikan, penting untuk diketahui bahwa tanah yang dapat ditunjuk dalam Izin Lokasi adalah tanah yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut persetujuan penanaman modal yang dimilikinya.

Izin Lokasi ini diberikan berdasarkan pertimbangan mengenai aspek penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah, serta kemampuan tanah. Izin Lokasi diberikan dalam surat keputusan pemberian Izin Lokasi yang ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta setelah diadakan rapat koordinasi antar instansi terkait, yang dipimpin oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya.

Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Lokasi

Hak Pemegang Izin Lokasi adalah sebagai berikut:
membebaskan tanah dalam areal Izin Lokasi dari hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak yang memiliki kepentingan tersebut dengan cara jual beli, pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
pemegang Izin Lokasi dapat diberikan hak atas tanah yang memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan keperluan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya.
Pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk:
menghormati kepentingan pihak-pihak lain atas tanah yang belum dibebaskan;
tidak menutup atau mengurangi aksessibilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi;
menjaga serta melindungi kepentingan umum;
melaporkan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah dilaksanakannya berdasarkan Izin Lokasi dan pelaksanaan penggunaan tanah tersebut.

read more

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Latar Belakang

Seperti yang telah kita ketahui bersama, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya, di samping memenuhi kebutuhan dasar, juga merupakan alat investasi yang menguntungkan. Dengan kata lain, tanah dan bangunan memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, wajar apabila pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak, terutama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”). BPHTB diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB (“UU No. 21/1997”), yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No. 21/1997 (“UU No. 20/2000”).

BPHTB

Berdasarkan UU No. 20/2000, dinyatakan bahwa BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Subjek pajak BPHTB yaitu orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, di mana perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:

pemindahan hak karena: jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah;
pemberian hak baru karena: kelanjutan pelepasan hak, dan di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah yang dapat menjadi objek dari BPHTB yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.

Objek pajak yang dikecualikan dari pengenaan BPHTB, yaitu objek pajak yang diperoleh oleh:
perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
orang pribadi atau badan karena wakaf; dan
orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Tarif BPHTB

Sesuai dengan Pasal 5 UU No. 21/1997, tarif pajak BPHTB adalah sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Kena Pajak (“NPOPKP”). NPOPKP adalah nilai perolehan objek pajak (“NPOP”) dikurangi dengan Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak (“NPOPTKP”).

Dasar pengenaan BPHTB adalah NPOP. BPHTB dikenakan atas transaksi yang melebihi NPOPTKP yang ditetapkan secara regional paling banyak Rp 60.000.000.- (enam puluh juta Rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak tersebut adalah melalui pewarisan, hadiah, wasiat yang diterima oleh orang/individu yang masih memiliki hubungan darah dalam garis lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan si pemberi, termasuk suami atau istri, dimana NPOPTKP ini ditetapkan secara regional dengan jumlah maksimum sebesar Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta Rupiah).

Jumlah terhutang BPHTB dihitung dengan mengalikan tarif pajak BPHTB dengan NPOPKP.

read more

Daily tips: Penyertifikatan Tanah Girik (tanah Adat)

Penyertifikatan Tanah Girik (tanah Adat)

Mendapatkan Surat Rekomendasi dari Lurah/Camat
Membuat surat tidak sengketa dari RT/RW.Lurah.
Meninjau dan mengukur tanah oleh Kantor Pertanahan.
Menerbitkan gambar situasi baru.
Membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sesuai dengan luas yang tercantum dalam gambar situasi.
Memproses pertimbangan kepada panitia A.
Memproses penerbitan SK Pemilikan Tanah (SKPT).
Membayar uang pemasukan ke Negara (SPS).
Memohon penerbitan Sertifikat Tanah.

read more

Daily tips: Pemilikan Tanah Melalui Hibah

Pemilikan Tanah Melalui Hibah

Pengertian

Hibah adalah pemberian oleh seseorang kepada orang lainnya, secara Cuma-Cuma dan tidak dapat ditarik kembali, atas barang bergerak maupun barang tidak bergerak pada saat pemberi hibah tersebut masih hidup.

Syarat Hibah :
Dilakukan dengan akta notaries untuk barang bergerak, dan dengan akta PPAT untuk tanah dan bangunan.
Merupakan pemberian secara Cuma-Cuma (gratis/tanpa bayaran).
Diberikan pada saat pemberi hibah masih hidup.
Pemberi hibah adalah orang cakap bertindak menurut hukum (artinya pemberi hibah bukan seorang yang masih dibawah umur atau tidak sedang dalam pengampuan).
Yang dapat dihibahkan adalah barang bergerak dan barang tidak bergerak.
Pemberian hibah hanyalah untuk barang-barang yang sudah ada.
Penerima hibah sudah ada pada saat pemberian hibah tersebut dilakukan.
Pemberian hibah bersifat final dan tidak dapat ditarik kembali.

Larangan Pemberian Hibah :

Hibah yang dilakukan antara suami istri, kecuali sebelumnya sudah dibuat perjanjian pranikah mengenai pemisahan harta dalam pernikahan.
Hibah dengan suatu perjanjian si pemberi hibah tetap berhak menjual barang yang dia hibahkan.
Jika dalam akta hibah dinyatakan si penerima hibah berkewajiban melunasi utang-utang selain dari maksud dalam akta hibah.
Pemberian hibah dalam surat di bawah tangan.

read more

Daily tips: Tanah Wakaf

Tanah Wakaf

Hak atas tanah yang semula merupakan hak primer yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, atau tanah bekas Hak Milik Adat (tanah girik), dan kemudian diwakafkan atau diserahkan oleh pemiliknya kepada badan keagamaan atau badan social lainnya untuk dikelola.
Peralihan status dari hak atas tanah primer menjadi tanah wakaf menyebabkan tanah tidak memiliki nilai ekonomis lagi (tidak dapat diperjualbelikan kepada pihak lain).

read more

Daily tips: Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan

Jangka waktu tidak terbatas.
Obejek hak adalah tanah untuk pertanian dan bukan pertanian.
Subjek hak adalah PEMDA, BUMN, dan BUMD.
Hak ini hanya dapat diberikan atas tanah Negara yang dikuasai oleh suatu badan pemerintah, BUMN, dan BUMD.
Diatas hak pengelolaan masih dapat diberikan hak lain (HGB atau Hak Pakai) atas nama badan hukum lain atau perseorangan, atas dasar perjanjian dengan BUMN/BUMD.
Hak pengelolaan ini diatur dalam PP No. 8 tahun 1953 dan Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1965.

read more

Aspek Hukum Hak Guna Bangunan dan Peraturannya

Latar Belakang

Pada saat ini terdapat berbagai macam perusahaan yang didirikan di Indonesia. Dalam hal mendirikan bangunan, perusahaan-perusahaan tersebut membutuhkan suatu gedung yang berada di atas sebuah lahan. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria terdapat hak atas tanah yang diperuntukkan bagi perusahaan tersebut yaitu hak guna bangunan. Hak guna bangunan (“HGB”) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 diatur lebih lanjut mengenai HGB. HGB dapat diberikan atau dibebankan terhadap tanah negara; tanah hak pengelolaan; dan tanah hak milik. Hak guna bangunan juga dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.

Pemberian HGB

Berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah dijelaskan bahwa HGB hanya diperuntukkan bagi warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. HGB tidak dapat diperuntukkan bagi orang asing dan badan hukum asing. HGB diberikan untuk jangka waktu selama 30 tahun dengan perpanjangan selama 20 tahun. HGB diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul pemegang hak pengelolaan, lalu di daftarkan dalam buku tanah pada kantor pertanahan.

Kewajiban Pemegang HGB

Pemegang HGB berkewajiban:

Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HGB itu hapus;
Menyerahkan sertifikat HGB yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Peralihan HGB

Peralihan HGB terjadi karena jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan.

Berakhirnya HGB

HGB berkahir karena jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktu berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi, dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir, dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan, dan tanahnya musnah.

Isrilitha Pratami Puteri

read more

Daily tips: Hak Pakai

Hak Pakai

Adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya.
Objek hak pakai : tanah untuk pertanian dan bukan pertanian, tanah Negara, tanah hak pengelolaan.
Subjek Hak pakai adalah warga Negara Indonesia, warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia, perwakilan asing serta badan-badan pemerintah.
Janka waktu hak pakai maksimum 25 tahun dan dapat diperpanjang maksimum 20 tahun lagi.

read more