Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pengadaan tanah dapat dilakukan oleh pihak swasta dan pemerintah.

Dalam hal pengadaan tanah oleh pihak swasta, maka cara-cara yang dilakukan adalah melalui jual-beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan, yang dapat dilakukan secara langsung antara pihak yang berkepentingan (misalnya: antara pengembang dengan pemegang hak) dengan pemberian ganti kerugian yang besar atau jenisnya ditentukan dalam musyawarah.

Sedangkan dalam hal pengadaan tanah oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk pelaksanaan pembangunan demi kepentingan umum dapat dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, atau juga dengan pencabutan hak atas tanah.

Menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, bahwa pengaturan pengadaan tanah untuk kepentingan umum ditegaskan sebagai berikut:

Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan lebih dahulu

Selanjutnya mengacu pada Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk :

a.Mengetahui rencana tata ruang;

b.Berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

c.Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan demi kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah dengan tujuan memperoleh kesepakatan mengenai pelaksanaan pembangunan di lokasi yang ditentukan, beserta bentuk dan besar ganti kerugian.

Lihat Juga  Administrasi Keuangan Berdasarkan Artikel Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik Di DKI Jakarta

Proses musyawarah yang dilakukan oleh panitia pembebasan tanah dan pemegang hak ditujukan untuk memastikan bahwa pemegang hak memperoleh ganti kerugian yang layak terhadap tanahnya. Ganti kerugian itu dapat berupa uang, tanah pengganti (ruilslag), pemukiman kembali (relokasi) atau pembangunan fasilitas umum yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.

Di satu sisi proses pengadaan tanah bukanlah hal yang mudah dan sederhana, untuk itu diperlukan tim pengadaan tanah. Susunan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten atau Kota terdiri sebagai berikut:

  1. Sekretaris Daerah sebagai ketua merangkap anggota.
  2. Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai wakil ketua merangkap anggota.
  3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai sekretaris merangkap anggota.
  4. Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota.

 

Susunan Panitia Pengadaan Tanah Provinsi terdiri sebagai berikut:

a. Sekretaris Daerah sebagai ketua merangkap anggota.

b. Pejabat daerah di Provinsi yang ditunjuk setingkat eselon II sebagai wakil ketua merangkap anggota

c. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai sekretaris merangkap anggota.

d. Kepala Dinas/Kantor/Badan di Provinsi yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai Anggota.

Faktor penunjang keberhasilan dalam pengadaan tanah , baik olehpihak swasta maupun pihak pemerintah yang memerlukan pengadaan tanah tersebut adalah keahlian dalam memperoleh informasi mengenai kondisi psikologis dari pemegang hak, latar belakang dan nilai historikal tanah tersebut agar dapat melakukan pendekatan serta memperhitungkan ganti kerugian yang sesuaidan wajar kepada para pemegang hak yang bersangkutan.

Lidwina Halim