Artikel

Pembebanan Hak Atas Tanah dengan Hak Tanggungan

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UUHT”) mengatur definisi Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Hak-hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. Selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, hak atas tanah berupa Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.

Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam perjanjian dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

Pasal 10 ayat (2) UUHT mengatur bahwa pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Didalam APHT wajib dicantumkan nama, identitas, dan domisili pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, penunjukan secara jelas utang yang dijamin oleh Hak Tanggungan, nilai tanggungan, dan uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan. Hak Tanggungan mempunyai sifat tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada dan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam APHT.

APHT yang dibuat oleh PPAT wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan (Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administrasi lain yang setingkat). Selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT beserta surat-surat lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Dalam proses pendaftaran Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan kemudian menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Tanggal yang dicatat pada buku Hak Tanggungan adalah tanggal hari ke 7 (tujuh) setelah Kantor Pertanahan menerima secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Jika hari ke tujuh itu jatuh pada hari libur, maka buku Hak Tanggungan yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya.

Menurut Pasal 14 ayat (1) UUHT sebagai tanda bukti telah lahirnya Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan akan diberikan Sertipikat Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. Sertipikat Hak Tanggungan memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Dengan demikian, Sertipikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta sepanjang mengenai hak atas tanah.

Hak Tanggungan hapus karena alasan-alasan sebagai berikut:

hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Setelah Hak Tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku hak atas tanah dan sertipikatnya. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan dicabut bersama-sama buku-tanah Hak Tanggungan serta dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.

Maria Amanda

read more

Sertifikat Laik Fungsi dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung

Pemanfaatan bangunan gedung merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam izin mendirikan bangunan gedung termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala. Pemanfaatan bangunan gedung hanya dapat dilakukan setelah pemilik bangunan gedung memperoleh Sertifikat Laik Fungsi. Sertifikat Laik Fungsi yang selanjutnya disingkat SLF adalah sertifikat yang diberikan oleh Pemerintah Daerah terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan kelaikan fungsi berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung sebagai syarat untuk dapat dimanfaatkan. (Pasal 1 angka 16 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung )

Untuk mendapatkan SLF seseorang harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab dibidang pengawasan dan penertiban bangunan gedung. Permohonan tertulis yang diajukan dilengkapi dengan beberapa dokumen, yaitu:

Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
surat bukti kepemilikan tanah
Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
laporan hasil pemeliharaan atau laporan pengkajiaan teknis bangunan gedung
as build drawing bangunan gedung

Kepala Dinas dapat menangguhkan atau menolak permohonan SLF yang tidak memenuhi persyaratan. Penangguhan permohonan SLF terjadi apabila permohonan SLF belum memenuhi persyaratan kelaikan fungsi bangunan. Penangguhan SLF diberitahukan secara tertulis kepada pemohon disertai dengan alasan penangguhan. Penangguhan yang telah lewat dari jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya surat penangguhan dapat ditolak dengan surat pemberitahuan penolakan yang disampaikan kepada ketua Rukun Tetangga dan/atau Rukun Warga tempat lokasi bangunan gedung pemohon, apabila pemohon tidak diketahui keberadaannya atau pemohon tidak mau menerima surat.

SLF diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak persetujuan dokumen rencana teknis diberikan. Masa berlaku SLF berbeda-beda untuk setiap jenis bangunan gedung. SLF untuk bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana dan rumah deret sederhana tidak dibatasi jangka waktu keberlakuannya. SLF untuk bangunan gedung untuk bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal, dan rumah deret sampai dengan 2 (dua) lantai berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. SLF bangunan gedung untuk bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana, bangunan gedung lainnya pada umumnya, dan bangunan gedung tertentu berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

Permohonan perpanjangan SLF bangunan gedung diajukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sebelum masa berlaku SLF bangunan gedung atau perpanjangan SLF bangunan gedung berakhir.

Seseorang yang memanfaatkan bangunan gedung tetapi belum memiliki SLF dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Maria Amanda

read more

Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Hijau Gedung. (“PerGub No.38/2012”) yang merupakan regulasi mengenai penerapan konsep hemat energi dan ramah lingkungan dalam bangunan gedung. Bangunan gedung hijau adalah bangunan gedung yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien dari sejak perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, pemeliharaan, sampai dekonstruksi (Pasal 1 angka 11 PerGub No.38/2012).

PerGub No.38/2012 dibentuk dengan maksud sebagai acuan bagi aparat pelaksana maupun pemohon dalam memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau, yang bertujuan mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung yang memperhatikan aspek-aspek dalam menghemat, menjaga dan menggunakan sumber daya secara efisien.

Penyelenggaraan bangunan gedung dengan jenis dan luasan tertentu baik bangunan gedung baru dan bangunan gedung eksisting, wajib memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau. Jenis dan luasan bangunan gedung yang wajib memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau meliputi:
a. bangunan gedung rumah susun, bangunan gedung perkantoran, bangunan gedung perdagangan, dan bangunan gedung yang memiliki lebih dari satu fungsi dalam 1 (satu) massa bangunan dengan luas batasan seluruh lantai bangunan lebih dari 50.000 m2 (lima puluh ribu meter persegi);
b. fungsi usaha, bangunan gedung perhotelan, fungsi sosial dan budaya, dan bangunan gedung pelayanan kesehatan, dengan luas batasan dengan luas batasan seluruh lantai bangunan lebih dari 20.000 m2 (dua puluh ribu meter persegi);
c. fungsi sosial dan budaya, bangunan gedung pelayanan pendidikan, dengan luas batasan seluruh lantai bangunan lebih dari 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi).
Bangunan gedung baru adalah bangunan gedung yang sedang dalam tahap perencanaan. Persyaratan teknis bangunan gedung hijau untuk bangunan gedung baru meliputi :
a. efisiensi energi;
Efisiensi energi meliputi efisiensi dalam sistem selubung bangunan, sistem ventilasi, sistem pengkondisian udara, sistem pencahayaan, sistem transportasi dalam gedung; dan sistem kelistrikan.
b. efisiensi air;
Efisiensi air meliputi perencanaan peralatan saniter hemat air dan perencanaan pemakaian air.
c. kualitas udara dalam ruang;
Kualitas udara dalam ruang harus memperhitungkan laju pergantian udara dalam ruang dan masukan udara segar sehingga tidak berbahaya bagi penghuni dan lingkungan.
d. pengelolaan lahan dan limbah; dan
Pengelolaan lahan dan libah meliputi persyaratan tata ruang mengenai perencanaan lanskap pada bagian dalam dan luar gedung dan perencanaan sistem penampungan air hujan , fasilitas pendukung, dan pengelolaan limbah padat dan cair.
e. pelaksanaan kegiatan konstruksi.
Pelaksaan kegiatan konstruksi meliputi keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan, konservasi air pada saat pelaksanaan kegiatan konstruksi, dan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun kegiatan konstruksi.
Bangunan gedung eksisting adalah bangunan gedung yang sedang dalam tahap pelaksanaan konstruksi dan/atau sudah dalam tahap pemanfaatan. Persyaratan teknis bangunan gedung hijau untuk bangunan gedung eksisting meliputi :
a. konservasi dan efisiensi energi;
b. konservasi dan efisiensi air;
Konservasi dan efisiensi air meliputi meliputi efisiensi penggunaan air dan pemantauan kualitas air.
c. kualitas udara dalam ruang dan kenyamanan termal; dan
d. manajemen operasional/pemeliharaan.
Manajemen operasional/pemeliharaan meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi.

Terhadap perencanaan dan pelaksanaan bangunan gedung yang melanggar Peraturan Gubernur ini dapat dikenakan sanksi administrative berupa tidak diterbitkannya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan/ atau Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Maria Amanda

read more

Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan sebagai Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional menurut PP No.13 tahun 2010

Di dalam Pasal 1 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (“PP No.13/2010”), diatur bahwa salah satu jenis penerimaan negara bukan pajak yang diterima oleh Badan Pertanahan Nasional adalah dari pelayanan pertimbangan teknis pertanahan. Pertimbangan Teknis Pertanahan adalah ketentuan dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagai dasar dalam penerbitan izin lokasi, penetapan lokasi, dan izin perubahan penggunaan tanah.

Jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari pelayanan pertimbangan teknis pertanahan meliputi:

Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Lokasi;
tarif: Tptil = (L/100.000 x HSBKpb) + Rp.5.000.000,00

b. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Penetapan Lokasi; dan

tarif: Tptpl = 50% x Tptil

c. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Perubahan Penggunaan Tanah

tarif: Tptip = (L/500 x HSBKpa) + Rp.350.000,00

Yang dimaksud dengan:

Tptil adalah Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Lokasi.
L adalah Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).
HSBKpb adalah Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan Tanah oleh Panitia B untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan Keputusan hak, dan penerbitan sertifikat.
Tptpl adalah Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Penetapan Lokasi.
Tptip adalah Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Perubahan Penggunaan Tanah.
HSBKpa adalah Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan Tanah oleh Panitia A untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan Keputusan hak, dan penerbitan sertifikat.

Maria Amanda

read more

Pelayanan Pendaftaran Tanah sebagai Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional menurut PP No.13 tahun 2010

Di dalam Pasal 1 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (“PP No.13/2010”), diatur bahwa salah satu jenis penerimaan negara bukan pajak yang diterima oleh Badan Pertanahan Nasional adalah dari pelayanan pendaftaran tanah. Jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari pelayanan pendaftaran tanah meliputi:

a. Pelayanan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali

Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar.

tarif: T = (2‰ x Nilai Tanah) + Rp100.000,00

b. Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah.

Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan yang terjadi kemudian.

tarif: T = (1‰ x Nilai Tanah) + Rp 50.000,00

Yang dimaksud dengan nilai tanah adalah nilai pasar (market value) yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam peta zona nilai tanah yang disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk tahun berkenaan dan untuk wilayah yang belum tersedia peta zona nilai tanah digunakan Nilai Jual Objek Pajak atas tanah pada tahun berkenaan.

Dalam Pasal 22 PP No.13/2010 tarif pelayanan pendaftaran tanah berupa pelayanan pendaftaran tanah wakaf ditetapkan sebesar Rp0,00 (nol rupiah). Dan untuk tarif pelayanan pendaftaran tanah dari pelayanan pemeliharaan data pendaftaran tanah berupa pelayanan pendaftaran penggantian nazhir ditetapkan sebesar Rp0,00 (nol rupiah).

Dalam Pasal 23 PP No.13/2010, terhadap pihak tertentu dapat dikenakan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah) dari pelayanan pendaftaran tanah berupa pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Pihak tertentu yang dapat dikenakan tarif sebesar Rp.0,00 terdiri atas:

masyarakat tidak mampu;
instansi Pemerintah;
badan hukum yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial yang penggunaan tanahnya untuk peribadatan, panti asuhan, dan panti jompo.

Terhadap pihak tertentu dapat dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif pelayanan pendaftaran tanah berupa pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Pihak tertentu yang dapat dikenakan tarif sebesar 10% dari tarif pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali terdiri atas:

veteran;
suami/istri veteran, suami/istri Pegawai Negeri Sipil, suami/istri prajurit Tentara Nasional Indonesia, suami/istri anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
pensiunan Pegawai Negeri Sipil, purnawirawan Tentara Nasional Indonesia, purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
janda/duda veteran, janda/duda Pegawai Negeri Sipil, janda/duda prajurit Tentara Nasional Indonesia, janda/duda anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
janda/duda pensiunan Pegawai Negeri Sipil, janda/duda purnawirawan Tentara Nasional Indonesia, janda/duda purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Terhadap pihak tertentu dapat dikenakan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif pelayanan pendaftaran tanah berupa pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Pihak tertentu dapat dikenakan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali terdiri atas:

Pegawai Negeri Sipil;
Prajurit Tentara Nasional Indonesia; dan
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Maria Amanda

read more

Acara Penetapan Ganti Kerugian Sehubungan dengan Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda yang Ada di Atasnya Sesuai PP No. 39 Tahun 1973

Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya (“UU No.20/1961”), Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan/atau benda-benda yang ada di atasnya. Pencabutan hak atas tanah yang dilakukan oleh Presiden harus diikuti dengan membayar ganti kerugian kepada pihak yang berhak atas hak atas tanah yang akan dicabut. Acara penetapan ganti kerugian sehubungan dengan pencabutan hak atas tanah dan/atau benda yang ada di atasnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1973 yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No.20/1961.

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya (“PP No.39/1973”), apabila pihak yang berhak atas hak atas tanah yang akan dicabut tidak bersedia menerima uang ganti kerugian karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka ia dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.

Permintaan banding diajukan kepada Pengadilan Tinggi yang daerah kekuasaannya meliputi tanah dan/atau benda-benda yang haknya dicabut. Jangka waktu permintaan banding selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Keputusan Presiden atas pencabutan hak atas tanah disampaikan kepada yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PP No.39/1973.

Permintaan banding dapat disampaikan dengan surat atau secara lisan kepada Panitera Pengadilan Tinggi. Apabila permintaan banding disampaikan secara lisan maka panitera membuat catatan tentang permintaan banding. Permintaan banding baru diterima apabila terlebih dahulu telah dibayar biaya perkara yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi oleh pihak yang meminta banding. Apabila ternyata peminta banding tidak mampu, maka atas pertimbangan Ketua Pengadilan Tinggi, ia dapat dibebaskan dari pembayaran biaya perkara tersebut.

Pengadilan Tinggi selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya permintaan banding, harus sudah memeriksa permintaan banding bersangkutan. Pengadilan Tinggi dapat mendengar secara langsung keterangan semua pihak yang bersangkutan dengan pelaksanaan pencabutan hak atas tanah dan atau benda-benda di atasnya tersebut. Pengadilan Tinggi memberitahukan putusannya kepada pihak-pihak yang bersangkutan, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah tanggal putusan perkara.

Putusan Pengadilan Tinggi ini diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Biaya perkara dan pengumuman dibebankan kepada peminta banding dan atau yang berkepentingan atas pertimbangan Ketua Pengadilan Tinggi.

Maria Amanda

read more

Pelayanan Konsolidasi Tanah secara Swadaya sebagai Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional menurut PP No.13 tahun 2010

Di dalam Pasal 1 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (“PP No.13/2010”), diatur bahwa salah satu jenis penerimaan negara bukan pajak yang diterima oleh Badan Pertanahan Nasional adalah dari pelayanan konsolidasi tanah secara swadaya. Konsolidasi Tanah adalah kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumberdaya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

Jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari pelayanan konsolidasi tanah secara swadaya meliputi :

1. Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya Pertanian;

tarif: Tkts = L+500/0,020 + (3Tu x ¾) Tph

2. Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya Nonpertanian.

tarif: Tkts = L+500/0,004 + (3Tu x ¾) Tph

Yang dimaksud dengan:

Tkts adalah Tarif Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya.
L adalah Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).
Tu adalah Tarif Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah yang digunakan untuk:
i. pengukuran dan pemetaan keliling;

ii. pengukuran Topografi;

iii. pengukuran dan pemetaan Rincikan;

iv. pemindahan desain ke lapang.

Tph adalah Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali dan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah.
HSBKu adalah Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pengukuran yang berlaku untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan.

Maria Amanda

read more