is09ar3aiLatar Belakang

Pada tanggal 27 Mei 2016, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP”).
PP ini mencabut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1996 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik dan Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri. PP ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang diterbitkan dengan tujuan untuk mewujudkan ketertiban dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan perumahaan dan kawasan permukiman.

Penyelenggaraan Perumahan

Kegiatan penyelenggaraan perumahan meliputi kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, pengendalian dan persediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Dalam melaksanakan penyelenggaraan perumahan terdapat beberapa ketentuan yang patut diperhatikan, di antaranya:

Perencanaan Perumahan

Dalam melaksanakan perencanaan perumahan, diperlukan dokumen rencana pembangunan dan pengembangan yang mengacu pada dokumen rencana kawasan permukiman (“RKP”). RKP ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah dan rencana tahunan.

Dokumen rencana pembangunan dan pengembangan ditetapkan oleh bupati/walikota, dan khusus untuk Ibukota Jakarta ditetapkan oleh gubernur dengan peninjauan kembali paling sedikit satu kali dalam 5 tahun.

Kewajiban Hunian Berimbang

Pembangunan perumahan dengan skala besar yang dilakukan oleh badan hukum wajib menerapkan hunian berimbang, kecuali pembangunan perumahan tersebut ditujukan untuk pemenuhan rumah umum.

Kewajiban hunian berimbang harus dilakukan dalam satu hamparan atau dilakukan dalam satu daerah kabupaten/kota, (khusus untuk DKI Jakarta harus dalam satu provinsi). Selain itu, apabila pelaksanaan hunian beimbang tidak dalam satu hamparan, maka badan hukum tersebut wajib menyediakan akses dari rumah umum yang dibangun menuju pusat pelayanan atau tempat kerja.

Pemasaran

Apabila rumah tunggal atau rumah deret masih dalam proses pembangunan, maka rumah tersebut tetap dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli (“PPJB”) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah memenuhi persyaratan kepastian sebagai berikut:

  • hal yang diperjanjikan;
  • kepemilikan izin mendirikan bangunan induk;
  • ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum;
  • keterbangunan perumahan paling sedikit 20%.

Badan Hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal dan/atau rumah deret, tidak boleh melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% dari pembeli sebelum terpenuhinya persyaratan kepastian sebagaimana diuraikan di atas.

Lihat Juga  Penyelenggaraan Rapat Umum Anggota Tahunan, Rapat Umum Anggota Luar Biasa, dan Musyawarah Pembentukan PPPSRS Selama Pandemi Covid-19

Pemanfaatan Perumahan

Rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak menggangu fungsi hunian serta memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian.

Pengunian Rumah

Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni rumah dengan cara:

  1. hak milik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
  2. cara sewa menyewa dan bukan sewa menyewa (apabila ada persetujuan dari pemilik rumah dan berdasarkan perjanjian tertulis, paling sedikit mencantumkan ketentuan hak dan kewajiban, jangka waktu sewa, besarnya harga sewa dan kondisi force majeure).

Namun, perlu diperhatikan bahwa rumah yang sedang dalam sengketa tidak dapat disewakan. Khusus untuk rumah sewa yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, maka harga sewanya akan ditentukan oleh pemerintah.

Penyelenggaraan Permukiman

Kegiatan penyelenggaraan permukiman di dalam PP ini memiliki arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan. Dalam penyelenggaran permukiman terdapat ketentuan yang juga harus diperhatikan seperti:

Perencanaan

Perencanaan kawasan permukiman dapat dilakukan oleh setiap orang termasuk pemerintah dan pemerintah daerah dengan menghasilkan dokumen RKP. Dokumen RKP tersebut ditetapkan oleh bupati/walikota (khusus DKI Jakarta oleh gubernur) dan menjadi acuan dalam dalam penyusunan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan, dan harus ditinjau kembali paling sedikit satu kali dalam 5 tahun.

Keterpaduan Prasara, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman

Pembangunan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman dapat dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta dan harus sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh pemerintah. Dalam pembangunan dapat dilakukan kerjasama antara:

  • Pemerintah dengan pemerintah daerah;
  • Pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya;
  • Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan badan hukum;
  • Badan hukum dengan badan hukum lainnya.

Pemeliharaan dan Perbaikan

Setiap orang wajib melakukan pemeliharaan rumah yang telah selesai dibangun. Rumah yang belum diserahterimakan kepada pemilik masih menjadi tanggung jawab pelaku pembangunan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sejak rumah selesai dibangun, dan wajib dipelihara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perbaikan rumah dilakukan dalam bentuk rehabilitasi atau pemugaran. Perbaikan rumah dilakukan oleh pemilik rumah sendiri sedangkan untuk sarana, prasarana dan utilitas umum dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya (apabila masih belum diserahkan kepada pemerintah daerah maka masih merupakan tanggung jawab pelaku pembangunan).

Lihat Juga  Podcast on Real Estate Law – Uji Tuntas Hukum Dalam Rangka Akuisisi

Sanksi Administratif

PP juga mengatur secara spesifik mengenai sanksi administratif, yaitu:

  1. Setiap orang yang melakukan perencanaan dan perancangan rumah, namun tidak memiliki keahlian di bidang perancangan rumah dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
    • peringatan tertulis;
    • pembatasan kegiatan usaha untuk badan hukum paling lama 1 tahun;
    • pembekuan izin usaha untuk paling lama 2 tahun;
    • denda adiminstratif (i) untuk perseorangan antara Rp 50.000.000,- sampai Rp 200.000.000,-, (ii) untuk badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp 1.000.000.000,.
  2. Setiap oang yang melakukan perencanaan dan perancangan rumah yang hasilnya tidak memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang dan ekologis dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
    • peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
    • pencabutan izin usaha selama 6 bulan khusus untuk badan hukum;
    • pencabutan insentif;
    • denda administratif (i) untuk perorangan antara Rp 10.000.000,- sampai Rp 50.000.000,-, untuk (ii) badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp 500.000.000,-.
  3. Setiap orang yang melakukan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum, namun tidak memiliki keahlian di bidang perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
    • peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
    • pembatasan kegiatan usaha paling lama 1 tahun untuk badan hukum;
    • pembekuan izin usaha paling lama 2 tahun;
    • denda adminstratif (i) untuk perorangan Rp 50.000.000,- sampai Rp 200.000.000,-, (ii) untuk badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp 1.000.000.000,-.
  4. Badan hukum yang tidak mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
    • peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali ;
    • penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksana pembangunan;
    • denda administratif sebanyak Rp 1.000.000.000,- sampai Rp 10.000.000.000,-.
  5. Badan hukum yang melakukan (i) pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan, dan (ii) pembangunan rumah umum yang tidak dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota (khusus untuk DKI Jakarta dalam satu provinsi) dapat dikenakan sanksi secara bertahap yaitu:
    • peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
    • pembatasan kegiatan pembangunan;
    • pembekuan izin mendirikan bangunan dengan cara disegel untuk 30 hari;
    • pencabutan izin mendirikan bangunan;
    • pembongkaran bangunan;
    • denda administratif sebanyak Rp 1.000.000.000,- sampai Rp 10.000.000.000,-.
  6. Pembangunan rumah dan perumahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
    • peringatan tertulis diberikan sebanyak dua kali dengan jangka waktu antar surat 5 hari kerja;
    • pembekuan izin mendirikan bangunan dengan cara disegel maksimal 30 hari;
    • pencabutan izin mendirikan bangunan;
    • pembongkaran bangunan;
    • denda administratif (i) untuk perorangan antara Rp 10.000.000,- sampai Rp 100.000.000,-, (ii) untuk badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp 500.000.000,-.
  7. Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah dan melakukan serah terima atau menarik dana lebih dari 80% dari pembeli sebelum memenuhi persyaratan kepastian sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (4) PP dapat dikenakan sanksi berupa:
    • peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
    • pembekuan izin usaha paling lama 1 tahun;
    • pencabutan insentif;
    • denda administratif sebanyak Rp 100.000.000,- sampai Rp 1.000.000.000,-.
  8. Setiap orang yang melakukan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan tidak sesuai dengan rencana, rancangan dan perizinan dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
    • peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
    • penghentian sementara pelaksanaan pembangunan paling lama 1 tahun;
    • perintah pembongkaran;
    • denda administratif (i) untuk perorangan sebanyak Rp 10.000.000,- sampai Rp 50.000.000,-, (ii) untuk badan hukum sebanyak Rp 100.000.000,- sampai Rp 500.000.000,-
  9. Setiap orang yang melakukan pemanfaatan rumah selain untuk fungsi hunian, dan tidak memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 ayat (2) dari PP dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
    • peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
    • pembekuan surat bukti kepemilikan rumah;
    • denda administratif untuk perorangan antara Rp 10.000.000,- sampai Rp 50.000.000,-, untuk badan hukum sebanyak Rp 10.000.000,- sampai Rp 100.000.000,-;
    • pencabutan surat bukti kepemilikan rumah.
  10. Setiap orang yang melakukan pembangunan kawasan permukiman, yang tidak mematuhi rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan kegiatan pendukung dapat dikenakan sanksi secara bertahap yaitu:
    • peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali ;
    • pembekuan izin usaha paling lama 1 tahun untuk badan usaha;
    • pencabutan insentif khusus untuk badan hukum;
    • denda administratif sebanyak Rp 100.000.000,- sampai Rp 1.000.000.000,-.
Lihat Juga  UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Satu Naskah

Author : Daniel Pantow