Pendahuluan

Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Hukum Lingkungan Hidup”).

Selain itu, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab negara berdasarkan Prinsip Tanggung Jawab Negara.2

Dalam menjaga keberlangsungan dan kelestarian lingkungan hidup setiap orang turut serta dalam menjaga lingkungan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam salah satu asas lingkungan hidup yaitu asas kelestarian dan keberlanjutan, sebagai berikut:3

“setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.”

Undang-undang Lingkungan Hidup mendefinisikan kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung sifat fisik, kimia, dan/atau biologi yang melebihi kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.4

Artikel ini akan membahas tentang pentingnya dilakukan reklamasi pasca tambang dan perbuatan melawan hukum yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya reklamasi oleh perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan dan kelalaian lembaga negara dan/atau pemerintah terkait.

Reklamasi

Dalam berbagai sengketa lingkungan hidup yang diakibatkan pertambangan, seringkali terjadi kerusakan lingkungan yang biasanya disebabkan oleh tidak adanya reklamasi yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan. Reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”), dinyatakan sebagai berikut:5

“suatu kegiatan yang dilakukan dalam tahapan Usaha Pertambangan untuk menata, memulihkan, dan meningkatkan kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya.”

Dana Jaminan Reklamasi

Dana Jaminan Reklamasi adalah dana yang disediakan oleh pemegang IUP atau IUPK sebagai jaminan untuk melakukan kegiatan reklamasi.6

Pasal 100 UU Minerba, menyatakan sebagai berikut:7

”(1) Pemegang IUP atau IUPK wajib menyediakan dan menempatkan dana jaminan reklamasi; (2) Menteri dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dengan dana jaminan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberlakukan apabila pemegang IUP atau IUPK tidak melaksanakan Reklamasi dengan rencana yang disetujui.”

Sehingga, dana jaminan reklamasi yang telah dibayarkan oleh pelaku usaha sebelum memperoleh izin usaha pertambangan adalah untuk pelaksanaan reklamasi pasca kegiatan pertambangan supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan yang berkelanjutan karena tidak dilakukannya reklamasi.

Kewajiban Pemegang Izin Usaha Pertambangan Dalam Pelaksanaan Reklamasi

Dalam pelaksanaan reklamasi yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) wajib:8

“(1) Memenuhi keseimbangan antara lahan yang akan dibuka dan lahan yang sudah direklamasi; (2) Melakukan pengelolaan lubang bekas tambang akhir dengan batas paling luas; (3)Pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan lahan yang telah dilakukan reklamasi dan/atau pascatambang kepada pihak yang berhak melalui Menteri.”

Ada beberapa tahapan dalam untuk melakukan reklamasi pertambangan, sebagai berikut:

  1. Reklamasi pada saat eksplorasi; dan
  2. Reklamasi pada saat operasi.
Lihat Juga  Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat

Reklamasi Pada Tahap Eksplorasi

Teknis pelaksanaan reklamasi pada tahap eksplorasi sebagai berikut:9

  1. menyampaikan rencana Reklamasi tahap Eksplorasi sesuai Dokumen Lingkungan Hidup;
  2. menempatkan jaminan Reklamasi tahap eksplorasi sesuai dengan penetapan Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya;
  3. melaksanakan reklamasi tahap eksplorasi;
  4. melaporkan pelaksanaan Reklamasi tahap operasi produksi pada saat mengajukan permohonan peningktana IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.

Reklamasi Pada Tahap Operasi Produksi

Teknis pelaksanaan reklamasi pada tahap operasi produksi sebagai berikut:10

  1. menempatkan jaminan reklamasi operasi produksi sesuai dengan penetapan Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya;
  2. menyampaikan rencana reklamasi tahap operasi produksi secara periodik;
  3. melaksanakan reklamasi tahap operasi produksi; dan
  4. melaporkan pelaksanaan Reklamasi tahap operasi produksi.

Sanksi akibat tidak dilakukannya Reklamasi dan Hak Masyarakat

Apabila pelaku usaha pertambangan tidak melakukan kewajibannya untuk menempatkan dana jaminan  reklamasi maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan pelanggaran tambahan yaitu pembayaran dana untuk reklamasi.11

Hak masyarakat yang terkena dampak negatif dari kegiatan usaha pertimbangan dapat meminta ganti kerugian yang sepadan dengan kerusakan yang dialami dan mengajukan gugatan terhadap hal tersebut.12

Pembahasan Kasus: Perbuatan Melawan Hukum oleh Perusahaan yang Melakukan Kegiatan Pertambangan dan lembaga negara dan/atau pemerintah terkait.

Pembahasan perkara akan mengkaji Putusan Pengadilan Negeri Rangat Nomor 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, Termasuk putusan terkait di tingkat banding dan kasasi.

Latar Belakang

Penggugat adalah badan hukum yang didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup.

Tergugat I merupakan badan hukum yang melakukan kegiatan penambangan batubara di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (“HPT”).

Para Tergugat lainnya adalah penguasa negara Republik Indonesia, yaitu: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Tergugat II), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Tergugat III), dan Kementerian Dalam Negeri (Tergugat IV).

Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat I telah meninggalkan areal tambang batubara dalam keadaan sangat rusak parah tanpa dilakukan reklamasi dan para Tergugat lainnya telah lalai dalam menjalankan tugas atau mandatnya sebagai pihak berkewenangan dalam kegiatan penambangan batubara sehingga mengakibatkan kerugian yang menimbulkan kerusakan pada hutan.13

Pertimbangan Hakim

Dalam perkara ini, Majelis Hakim memperrtimbangkan dua hal pokok:14

  1. Apakah Tergugat I tidak melakukan reklamasi setelah melakukan kegiatan penambangan batubara di HPT dan meninggalkan areal dalam keadaan rusak parah?
  2. Apakah perbuatan Tergugat lainnya lalai dalam menjalankan tugas pengawasannya terhdap kegiatan penambangan batubara yang dilakukan oleh tergugat I dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum?

Pasal 1365 KUH Perdata menjadi dasar gugatan, dengan demikian unsur-unsur pasal 1365 harus diperhatikan. Unsur-unsur tersebut adalah: (1) perbuatan itu melawan hukum; (2) kesalahan; (3) kerusakan/kerugian; (4) hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian.15

Bagian ini membahas pertimbangan hakim terhadap perbuatan melawan hukum pada perkara ini:

Lihat Juga  UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Satu Naskah

Perbuatan Melawan Hukum

Majelis Hakim menetapkan pertimbangan bagi masing-masing Tergugat dalam menilai tanggung jawab para Tergugat mengingat mereka memiliki tugas dan kewajiban yang berbeda berdasarkan peraturan perundang-undangan.

  • Tergugat I
    Kondisi hutan dalam keadaan rusak parah dimana di obyek sengketa terdapat lima lubang besar bekas galian batu bara yang terisi air dan areal sekitarnya gundul tanpa pepohonan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.16

    Tergugat I kemudian meninggalkan areal tersebut tanpa melakukan reklamasi yang merupakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, kemudian majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan tersebut ialah suatu perbuatan melawan hukum.17

    Apakah perbuatan Tergugat II, III, dan IV sebagai institusi negara telah lalai dalam menjalankan tugas pengawasan dalam kegiatan penambangan batubara oleh Tergugat I merupakan perbuatan melawan hukum.18
  • Tergugat II (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
    Sebagai pihak yang memberikan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan batu bara atas obyek sengketa dan kenyataan bahwa tugas pengawasan terhadap kegiatan pertambangan batu bara yang dilakukan oleh Tergugat I bukan merupakan kewenangan Tergugat II yang bukan merupakan perbuatan melawan hukum. perbuatan, oleh karena itu Majelis Hakim berkesimpulan perbuatan melawan hukum tidak berlaku terhadap Tergugat II.19
  • Tergugat III (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral)
    Sebagai pihak yang memberikan izin usaha pertambangan batubara dan melakukan perjanjian pertambangan batubara dengan Tergugat I berkewajiban untuk mengawasi kegiatan- kegiatan pertambangan batubara Tergugat I.20 Selanjutnya sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang yang mengatur bahwa apabila pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan reklamasi, maka dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh Kementerian ESDM menggunakan deposit reklamasi.

    Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa dengan tidak segera dilakukannya reklamasi terhadap obyek sengketa dengan menggunakan pihak ketiga sebagai pelaksana reklamasi dengan menggunakan deposit reklamasi maka Tergugat III lalai dalam menjalankan tugasnya mengawasi kegiatan pertambangan batubara. Oleh karena itu perbuatan Tergugat III merupakan perbuatan melawan hukum.21
  • Tergugat IV (Kementerian Dalam Negeri)
    Sebagai pihak yang memberikan persetujuan rekomendasi atas kegiatan penambangan batubara tersebut, berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa IV hanya sekedar memberikan rekomendasi sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.22

Putusan Pengadilan Negeri

Majelis Hakim mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh para Pemohon. Putusan tersebut menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat III telah melakukan perbuatan melawan hukum dan Tergugat III dihukum melakukan reklamasi dan penghijauan terhadap objek sengketa, bukan dalam bentuk ganti kerugian.23

Putusan Pengadilan Tinggi untuk banding

Tergugat III mengajukan kasasi ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 5/PDT/2018/PT PBR menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Rangat Nomor 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rg. Majelis Hakim menilai Putusan Pengadilan Negeri Rangat sudah tepat dan benar sesuai dengan ketentuan hukum, dan tidak ada hal baru yang perlu diperhatikan.24

Lihat Juga  Undang-Undang Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja

Putusan Mahkamah Agung untuk kasasi

Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 58 K/Pdt/2019 menyatakan bahwa judex facti tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Namun Majelis Hakim memperbaikit putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi agar juga menghukum Tergugat I dan Tergugat III untuk melakukan reklamasi dan penghijauan hutan pada obyek sengketa.25 Dikarenakan perbuatan yang dilakukan oleh kedua Tergugat saling berkaitan satu sama lain dan merupakan perbuatan melawan hukum, maka berdasarkan prinsip in dubio pro natura dan ex aquo et bono maka kedua Tergugat bertanggung jawab untuk melakukan reklamasi di area bekas penambangan.26

Penutup

Dalam melakukan kegiatan usaha di berbagai sektor yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan lingkungan hidup, segala aspek untuk menjaga lingkungan dari kerusakan menjadi sangat penting dan oleh karena itu segala upaya perlu dilakukan dengan pendekatan yang lebih serius.

Dalam industri pertambangan, melakukan reklamasi setelah melakukan kegiatan penambangan merupakan suatu keharusan, hal ini sangat penting untuk guna untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan hidup supaya lahan bekas pertambangan dapat dipergunakan sebagaimana peruntukannya, dengan ini maka kerusakan lingkungan akibat pertambangan dapat diminimalisir dan terjaganya asas kelestarian dan keberlanjutan lingkungan.

Kelalaian dalam melakukan reklamasi dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Sehingga selama unsur perbuatan melawan hukum terpenuhi dan kinerja pelaku usaha dan/atau negara dan/atau lembaga pemerintah tidak optimal terhadap perkara lingkungan hidup yang terjadi, maka hakim dapat menentukan bahwa lembaga tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dapat dimintai pertanggungjawaban.

Aji Kadhasnah Putera

Sources

  1. Pasal 65 UU Lingkungan Hidup
  2. Pasal 2 UU Lingkungan Hidup
  3. Penjelasan Pasal 2 UU Lingkungan Hidup
  4. Pasal 1 poin 17 UU Lingkungan Hidup
  5. Pasal 1 poin 26 UU Minerba
  6. Pasal 1 poin 16 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 7 Tahun 2014
  7. Pasal 100 UU Minerba
  8. Pasal 99 UU Minerba
  9. Pasal 22 poin 1 Permen ESDM No. 26 Tahun 2018
  10. Pasal 22 poin 2 Permen ESDM No. 26 Tahun 2018
  11. Pasal 161B UU Minerba
  12. Pasal 145 UU Minerba
  13. Putusan Pengadilan Negeri Rengat No. 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, hal 4-7
  14. Putusan Pengadilan Negeri Rengat No. 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, hal 46
  15. Putusan Pengadilan Negeri Rengat No. 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, hal 47
  16. Putusan Pengadilan Negeri Rengat No. 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, hal 49
  17. Putusan Pengadilan Negeri Rengat No. 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, hal 48-50
  18. Putusan Pengadilan Negeri Rengat No. 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, hal 49
  19. Putusan Pengadilan Negeri Rengat No. 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, hal 50-51
  20. Putusan Pengadilan Negeri Rengat No. 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, hal 52
  21. Putusan Pengadilan Negeri Rengat No. 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, hal 54
  22. ibid
  23. Putusan Pengadilan Negeri Rengat No. 22/Pdt.G-LH/2016/PN Rgt, hal 55
  24. Putusan Pengadilan Tinggi No. 5/PDT/2018/PT PBR, hal 15
  25. Putusan Mahkamah Agung No. 58 K/Pdt/2019, hal 6
  26. Putusan Mahkamah Agung No. 58 K/Pdt/2019, hal 6