Hak Atas tanah
Gootrecht, Gogol

Gootrecht, Gogol

Gootrecht: Hak untuk menyalurkan air/membuat saluran air melalui tanah kepunyaan orang lain (lihat: pasal 653, 656, 677, 683 BW) Gogol (H.A.): Gogolan, yaitu tanah desa yang diserahkan kepada seorang gogol untuk diusahakannya sendiri sebagai nafkah untuk hidupnya....

read more
Onteigening

Onteigening

Onteigening: (Bld), pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum, disertai dengan pemberian ganti rugi kepada yang berhak atas tanah itu. Ini diatur dalam Onteigenings Ordonnantie Stbl.1920-574 Apabila Anda memiliki pertanyaan mengenai Onteigening,  silakan...

read more
Borg, Borrot, Boreh

Borg, Borrot, Boreh

Borg, Borrot, Boreh (H.A): Jaminan, tanggungan, biasanya atau kebanyakan kalinya berupa tanah dalam perjanjian peminjaman: "saya berjanji selama pinjaman saya belum lunas tidak akan membuat pinjaman tanah atas tanah saya, kecuali untuk kepentingan si berpiutang saya"....

read more
Tanggungan Atas Tanah

Tanggungan Atas Tanah

Hak Tanggungan Atas Tanah yang diatur dalam UU No. 4 Tahun 1966 ialah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960, berikut atau tidak berikut benda-benda lain...

read more
Pejabat Pembuat Akta Tanah

Pejabat Pembuat Akta Tanah

Pejabat Pembuat Akta Tanah ("PPAT"): pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan hak tanggungan menurut...

read more
Pendaftaran Tanah

Pendaftaran Tanah

Pendaftaran Tanah diselenggarakan desa demi desa atau daerah-daerah yang setingkat; pelaksanaan nya meliputi pengukuran, pemetaan dan penyelenggaraan tata usahanya, untuk menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah, oleh kantor pendaftaran tanah (kadaster) diadakan...

read more

Pembebanan Hak Atas Tanah dengan Hak Tanggungan

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UUHT”) mengatur definisi Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Hak-hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. Selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, hak atas tanah berupa Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.

Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam perjanjian dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

Pasal 10 ayat (2) UUHT mengatur bahwa pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Didalam APHT wajib dicantumkan nama, identitas, dan domisili pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, penunjukan secara jelas utang yang dijamin oleh Hak Tanggungan, nilai tanggungan, dan uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan. Hak Tanggungan mempunyai sifat tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada dan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam APHT.

APHT yang dibuat oleh PPAT wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan (Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administrasi lain yang setingkat). Selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT beserta surat-surat lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Dalam proses pendaftaran Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan kemudian menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Tanggal yang dicatat pada buku Hak Tanggungan adalah tanggal hari ke 7 (tujuh) setelah Kantor Pertanahan menerima secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Jika hari ke tujuh itu jatuh pada hari libur, maka buku Hak Tanggungan yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya.

Menurut Pasal 14 ayat (1) UUHT sebagai tanda bukti telah lahirnya Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan akan diberikan Sertipikat Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. Sertipikat Hak Tanggungan memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Dengan demikian, Sertipikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta sepanjang mengenai hak atas tanah.

Hak Tanggungan hapus karena alasan-alasan sebagai berikut:

hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Setelah Hak Tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku hak atas tanah dan sertipikatnya. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan dicabut bersama-sama buku-tanah Hak Tanggungan serta dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.

Maria Amanda

read more

Acara Penetapan Ganti Kerugian Sehubungan dengan Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda yang Ada di Atasnya Sesuai PP No. 39 Tahun 1973

Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya (“UU No.20/1961”), Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan/atau benda-benda yang ada di atasnya. Pencabutan hak atas tanah yang dilakukan oleh Presiden harus diikuti dengan membayar ganti kerugian kepada pihak yang berhak atas hak atas tanah yang akan dicabut. Acara penetapan ganti kerugian sehubungan dengan pencabutan hak atas tanah dan/atau benda yang ada di atasnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1973 yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No.20/1961.

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya (“PP No.39/1973”), apabila pihak yang berhak atas hak atas tanah yang akan dicabut tidak bersedia menerima uang ganti kerugian karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka ia dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.

Permintaan banding diajukan kepada Pengadilan Tinggi yang daerah kekuasaannya meliputi tanah dan/atau benda-benda yang haknya dicabut. Jangka waktu permintaan banding selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Keputusan Presiden atas pencabutan hak atas tanah disampaikan kepada yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PP No.39/1973.

Permintaan banding dapat disampaikan dengan surat atau secara lisan kepada Panitera Pengadilan Tinggi. Apabila permintaan banding disampaikan secara lisan maka panitera membuat catatan tentang permintaan banding. Permintaan banding baru diterima apabila terlebih dahulu telah dibayar biaya perkara yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi oleh pihak yang meminta banding. Apabila ternyata peminta banding tidak mampu, maka atas pertimbangan Ketua Pengadilan Tinggi, ia dapat dibebaskan dari pembayaran biaya perkara tersebut.

Pengadilan Tinggi selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya permintaan banding, harus sudah memeriksa permintaan banding bersangkutan. Pengadilan Tinggi dapat mendengar secara langsung keterangan semua pihak yang bersangkutan dengan pelaksanaan pencabutan hak atas tanah dan atau benda-benda di atasnya tersebut. Pengadilan Tinggi memberitahukan putusannya kepada pihak-pihak yang bersangkutan, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah tanggal putusan perkara.

Putusan Pengadilan Tinggi ini diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Biaya perkara dan pengumuman dibebankan kepada peminta banding dan atau yang berkepentingan atas pertimbangan Ketua Pengadilan Tinggi.

Maria Amanda

read more