Pendahuluan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“PP 22/2021”).

Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, clan/atau komponen lain ke dalam Lingkungan Hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu Lingkungan Hidup yang telah ditetapkan.1

Sehubungan dengan hal Pencemaran Lingkungan Hidup, salah satu bentuk pencemaran lingkungan hidup yang sering terjadi adalah pencemaran dan/atau kerusakan laut.

Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya, yang merupakan kesatuan geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait, dan yang batas dan sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.2

Baku Mutu Air Laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar ditenggang keberadaannya di dalam Air Laut.3

Pencemaran Laut adalah masuknva atau dirnasukannya makhiuk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan Laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan Laut tidak sesuai lagi dengan Baku Mutu Air Laut.4 Sedangkan, kerusakan Laut adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati Laut yang melampaui kriteria baku kerusakan yang telah ditetapkan.5

Kebijakan lingkungan dibuat dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan.6 Kebijakan lingkungan merupakan kebijakan negara atau pemerintah di bidang lingkungan. Kebijakan tersebut memiliki tujuan dan sasaran tertentu serta bagaimana cara dan dengan sarana apa pengolaan lingkungan dilaksanakan untuk mencapai tujuan dan sasaran itu.7

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) merupakan kebijakan untuk lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem.8

Penegakan hukum lingkungan sebagai suatu tindakan dan/atau proses paksaan untuk mentaati hukum yang didasarkan kepada ketentuan, peraturan perundang-undangan dan/atau persyaratan-persyaratan lingkungan.9 Ialah pengamatan hukum lingkungan melalui pengawasan (supervision) dan pemeriksaan (inspection) serta melalui deteksi pelanggaran hukum, pemulihan kerusakan lingkungan dan tindakan kepada pembuat (offender).10

Artikel ini membahas penegakan dan perlindungan hukum terhadap tindakan Pencemaran Laut. Hal-hal penting yang dikaji dari artikel ini adalah kriteria terhadap pencemaran laut.

Kriteria Pencemaran Laut

Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 60 PP 22/2021 pencemaran laut adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan Laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan Laut tidak sesuai lagi dengan Baku Mutu Air Laut.

Baku Mutu Air Laut sendiri memiliki kriteria sebagaimana dijelaskan pada lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 179 Tahun 2004 tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku mutu Air Laut. Yaitu apabila melebihi muatan yang tercantum dan mengakibatkan menurunnya kualitas/mutu air laut maka dapat dikategorikan telah tercemarnya air laut.

Lihat Juga  Perkara Lingkungan Hidup: PMH oleh Lembaga Negara dan/atau Pemerintah dalam Bencana Kabut Asap akibat Kebakaran Hutan

Penegakan dan perlindungan hukum pada kasus pencemaran laut

Penegakan dan perlindungan hukum pada kasus pencemaran laut sangatlah penting terutama bagi masyarakat pesisir yang mata pencahariannya ialah nelayan. Artikel ini akan membahas Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI (“Sengketa Lingkungan Hidup”).

Latar Belakang:

  1. Penggugat merupakan perwakilan dari para nelayan dan masyarakat Senggarang yang mana menggunakan prosedur gugatan perwakilan kelas (class action) mendalilkan bahwa telah terjadinya pencemaran laut akibat dari aktivitas penambangan dan penimbunan dermaga yang dilakukan oleh Tergugat I, II dan III (Perusahaan yang melakukan aktivitas usaha).11
  2. Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat IV, V, dan VI (instansi pemerintah terkait lingkungan hidup) telah lalai dalam melakukan pengawasan dan Pencegahan terhadap kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh Tergugat I, II, dan III.12
  3. Penambangan Bauksit yang dilakukan Tergugat I, II, dan III menghasilakn limbah bahan berbahaya dan beracun yang mengalir ke laut akibat hujan dan pecahnya tanggul tanah merah kearah laut mengakibatkan kematian ikan, udang dan Habitat Laut yang merupakan lokasi pekerjaan dari Nelayan dan Para Penggugat.13

Pertimbangan Hakim

Majelis Hakim menyimpulkan pada Sengketa Lingkungan Hidup, terhadap pokok perkara terhadap Sengketa Lingkungan Hidup adalah:14

“Tergugat I yang melakukan kegiatan penambangan bauksit, Tergugat II yang membangun dermaga untuk Pelabuhan pengangkutan bauksit yang diproduksi Tergugat I dan Tergugat III yang membuat Pelabuhan sendiri untuk melakukan bongkar muat pertambangan bauksit, serta Tergugat IV, V dan VI sebagai instansi yang berkaitan dibidang perizinan dan pengawasan telah lalai dalam melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya. Sehingga, atas perbuatan para Tergugat kepada para Penggugat karena tidak dapat melakukan penangkapan ikan dan udang yang merupakan mata pencaharian utama mereka.”

Majelis Hakim berpendapat pada Sengketa Lingkungan Hidup, terhadap para Tergugat telah memenuhi unsur-unsur melakukan perbuatan melawan hukum yang sebagaimana diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata, yang akan dijabarkan sebagai berikut sebagai berikut:

  • Adanya suatu perbuatan yang melanggar hukum:

Berdasarkan bukti hasil uji laboratorium yang diajukan penggugat, telah terbukti bahwa akibat dari penambangan bauksit membuat kualitas lingkungan perairan Pulau Los Desa Senggarang sudah tidak memehuhi baku mutu air untuk budidaya ikan.15

Dikarenakan tanggul penampungan limbah dari pencucian bauksit milik Tergugat I pernah bocor sebanyak 2 kali sehingga limbah bauksit mengalir ke laut dan Tergugat II dan III hanya menimbun pantai untuk pembuatan Pelabuhan dan stock pille (penimbunan bauksit) dengan cara menimbun menggunakan tanah yang berasal dari bauksit yang menjorok pelabuh laut.16  Kemudian, dari uraian kejadian tersebut perbuatan para Tergugat bertentangan dengan hak para Penggugat dalam mencari nafkah sebagai nelayan.17

  • Adanya kesalahan dari pihak pelaku:

Dari bukti dan keterangan yang saksi sampaikan di persidangan diperoleh bahwa adanya kesalahan dari tergugat yaitu mengenai tanggul pengolahan limbah bauksit milik Tergugat I pernah jebol sebanyak 2 kali dan untuk Pelabuhan milik Tergugat II dan III tersebut apabila terjadi gelombang air laut pasang maupun surut yang deras ataupun hujan mengakibatkan air laut sekitarnya berubah warna menjadi merah keruh.

Lihat Juga  Syarat dan Ketentuan Pembangunan dan Pengembangan Properti

Dikarenakan bercampur dengan tanah timbunan yang berasal dari Pelabuhan milik Tergugat III.18

Sehingga majelis hakim berpendapat bahwa tergugat I telah melanggar ketentuan yang berlaku karena lalai melakukan pengamanan terhadap tanggul pengolahan limbah dan begitu juga Tergugat II dan Tergugat III dalam pembuatan pelabuhan tidak memperhitungkan adanya dampak kerusakan lingkungan yang akan mengakibatkan timbulnya pencemaran pada air laut , yang dalam hal ini Tergugat II dan Tergugat III telah lalai dalam membuat pembatas secara permanen baik.19

Menurut Majelis Hakim baik Tergugat I, II dan III dalam melakukan kegiatannya tidak mentaati peraturan yang berlaku sehingga menyebabkab air laut berubah menjadi keruh dan tercemar.20

  • Adanya kerugian bagi korban:

Tergugat I dalam membuat tanggul penampungan limbah bauksit tidak permanen akan tetapi hanya berupa tanah tanggul yang dibuat semacam waduk dan demikian juga Tergugat II dan Tergugat III yang tidak membuat pembatas permanen misal berupa batu miring antara timbunan tanah dengan permukaan laut, maka menyebabkan air laut berubah menjadi keruh dan tercemar di sekitar laut Selat Los, sehingga membuat para penggugat yang sehari-harinya mencari nafkah sebagai nelayan di daerah tersebut mengalami kerugian karena berkurang penghasilannya.21

  • Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian

Tergugat I yang melakukan kegiatan Penambangan Bauksit serta memiliki tanggul Penampungan Limbah Bauksit  yang hanya berupa tanah tanggul sehingga jebol 2 kali yang mengakibatkan limbah bauksit mengalir ke perairan laut Selat Los dan perbuatan Tergugat II dan Tergugat III yang membuat pelabuhan dengan cara memasang tonggak kayu sepanjang pelabuhan sebagai penahan timbunan material tanpa membuat pembatas secara permanen berupa batu miring, sehingga timbunan tanah bauksit tersebut membuat air laut berubah warna menjadi keruh dan partikelnya mengandung bahan berbahaya dan beracun yang mengakibatkan perairan laut Selat Los menjadi tercemar dan kerusakan pada Lingkungan Hidup.22

Berdasarkan bukti yang diajukan Penggugat yang merupakan uji laboratorium dari sampel air yang diambil dari tiga titik di perairan laut Selat Los menunjukkan hasil senyawa yang ada di perairan tersebut terlalu tinggi yang melewati standar Batas Mutu Air Laut dan menyebabkan pencemaran laut yang berakibat keberlangsungan hidup biota laut.23

Dari uji laboratorium diperoleh beberapa hasil sebagai berikut:

  1. Terdapat lima parameter yang tidak memenuhi baku mutu air untuk budidaya ikan yaitu Kadmiun (Cd), Timbal (Pb), Alumunium (Al), Nikel (Ni) dan DO (oksigen terlarut).24
  2. Cu melebihi Batas Mutu Lingkungan, Al sangat tinggi, kekeruhan melebihi Baku Mutu Lingkungan, Cd, Sn, Fe, Mgn Tss dan Nitrat dibawah baku mutu lingkungan.25

Berdasarkan pertimbangan diatas, Majelis Hakim memutuskan sebagai berikut:

  • Tergugat I, II, dan III telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pencemaran laut yang merugikan Para Penggugat, sehingga menjadi kewajiban Tergugat I, II, dan III untuk mengganti kerugian yang timbul karena perbuatan tersebut.26
  • Jumlah ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh Tergugat I, II, dan III secara tanggung renteng kepada Para Penggugat berdasarkan perhitungan rata-rata per hari penghasilan Para Penggugat selama jangka waktu 1 tahun ialah sejumlah Rp. 10.760.000.000,- (sepuluh milyar tujuh ratus enam puluh juta rupiah).27
Lihat Juga  Podcast on Real Estate Law - Pusat Perbelanjaan

Majelis Hakim memutus mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi secara langsung.28

Putusan Mahkamah Agung No. 2749 K / Pdt / 2012

Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2749 K / Pdt / 2012, Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal, sebagai berikut:

Pada Putusan Mahkamah Agung, Majelis Hakim menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Tergugat yang dalam hal ini Majelis Hakim memperkuat putusan pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.

Maka Majelis Hakim hanya memberikan perbaikan pada amar ganti rugi immaterial dengan alasan tidak didasarkan bukti yang cukup.29

Penutup

Bahwa, contoh kasus ini menunjukkan adanya perlindungan dan kepastian hukum bagi korban yang mengalami kerugian atas Pencemaran Laut, Majelis Hakim menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata dan Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, Tentang Baku Mutu Air Laut sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 179 Tahun 2004 tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku mutu Air Laut pada kasus Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI sebagai dasar pembuktian adanya pencemaran lingkungan hidup.

Sehingga, dalam kasus pencemaran laut melebihi muatan yang tercantum pada Baku Mutu Air Laut menjadi sangat penting guna untuk membuktikan terjadi atau tidaknya pencemaran laut dalam Sengketa Lingkungan Hidup.

Aji Kadhasnah Putera

Sources

  1. Pasal 1 Nomor 28 PP 22/2021
  2. Pasal 1 Nomor 55 PP 22/2021
  3. Pasal 1 Nomor 57 PP 22/2021
  4. Pasal 1 Nomor 60 PP 22/2021
  5. Pasal 1 Nomor 61 PP 22/2021
  6. Dr. H. Prim Haryadi, S.H., M.H., Penyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui Gugatan Perdata, Hal. 84
  7. Muhammad Akib, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, Hal 12-13.
  8. ibid
  9. Alvin Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan,Hal 7
  10. Mas Achmad Santosa, Good Governance Hukum Lingkungan, Hal 234
  11. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 1-3
  12. ibid
  13. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 9-10
  14. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 116
  15. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 118
  16. ibid
  17. Ibid
  18. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 119
  19. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 119
  20. ibid
  21. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 120
  22. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 120-122
  23. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 121-122
  24. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 117
  25. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 121
  26. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 124
  27. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 125
  28. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI, Hal 128
  29. Putusan Mahkamah Agung No. 2749 K / Pdt / 2012, Hal 35