Artikel

Aspek Hukum Jangka Waktu Hak Pakai atas Tanah Negara dan Tanah dengan Hak Milik

Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU Tanah”), Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain. Sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Hukum Tanah, Hak Pakai dapat diberikan kepada:

warga negara Indonesia;
orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia;
badan hukum asing yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia.
Lebih lanjut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah (“PP 40”), Hak Pakai dapat diberikan di atas tanah dengan status:

tanah negara;
tanah hak pengelolaan;
tanah hak milik.
Kepemilikan properti oleh orang asing sebagaimana diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 mengenai Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (“PP 41”). Pasal 2 PP 41 jenis rumah yang diperbolehkan untuk dimiliki oleh orang asing:

rumah yang dibangun di atas tanah negara;
rumah yang dibangun berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak milik atas tanah. Perjanjian tersebut harus dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah;
satuan rumah susun yang dibangun di atas Hak Pakai atas tanah Negara.

Jangka Waktu Hak Pakai

Ditetapkan dalam Pasal 45 PP 40 jangka waktu bagi hak pakai atas tanah Negara adalah 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. PP 40 mengatur beberapa persyaratan sebelum jangka waktu Hak Pakai dapat diperpanjang, yaitu:

Tanah masih dipergunakan sesuai dengan penggunaan tanah;
Syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
Pemegang hak masih memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak yang diatur dalam PP 40.
Lebih lanjut, untuk perpanjangan jangka waktu Hak Pakai, Pasal 47 PP 40 mengatur bahwa permohonan atas perpanjangan jangka waktu harus diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Pakai tersebut.

Selain itu, PP 41 mengatur jangka waktu yang berbeda untuk Hak Pakai atas rumah yang dibangun berdasarkan perjanjian dengan pemegang Hak Milik, jangka waktu perjanjian tersebut tidak boleh lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun dimana perjanjian tersebut dapat diperpanjang selama 25 (dua puluh lima) tahun. Walaupun demikian, perpanjangan selama 25 (dua puluh lima) tahun harus dibuat dalam perjanjian terpisah antara orang asing dan pemegang hak milik. Selanjutnya, perpanjangan dapat dibuat dengan ketentuan bahwa orang asing yang berdomisili di Indonesia atau untuk perusahaan asing, mempunyai perwakilan di Indonesia.

Apabila orang asing yang memiliki rumah yang dibangun atas Hak Pakai tanah negara atau berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak tidak lagi berdomisili di Indonesia, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, orang asing harus mengalihkan haknya kepada pihak lain yang memenuhi syarat untuk memiliki hak atas tanah. Dalam hal orang asing tersebut menolak untuk mengalihkan haknya kepada pihak lain, rumah yang dibangun atas tanah negara akan dikuasai oleh negara untuk dilelang. Adapun rumah yang dibangun berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak, rumah akan dimiliki oleh pemegang hak.

Jerry Shalmont

read more

Izin Lokasi

Latar Belakang
Izin lokasi diperlukan oleh suatu perusahaan untuk memperoleh tanah dalam rangka melaksanakan rencana penanaman modal yang dimilikinya. Izin lokasi ini diatur di dalam Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi (“Permenag No. 2/1999”).

Izin Lokasi
Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.

Setiap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib mempunyai izin lokasi untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal yang bersangkutan. Namun, Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal:

tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) dari para pemegang saham;
tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagai atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang;
tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melajaksanakan usaha industri dalam suatu kawasan industri;
tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan rencana pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut;
tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan;
tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi ) untuk usaha bukan pertanian; atau
tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan uyang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan.

Jangka Waktu Pemberian Izin Lokasi
Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut:

a. Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha, 1 (satu) tahun;

b. Izin Lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha, 2 (dua) tahun;

c. Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha, 3 (tiga) tahun.

Dalam hal perolehan tanah belum selesai dalam jangka waktu Izin Lokasi sebagaimana tersebut di atas, maka Izin Lokasi dapat diperpanjang jangka waktunya selama 1 (satu) tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih dari 50% (lima puluh persen) dari luas tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi.

Tata Cara Pemberian Izin Lokasi
Sebelum Izin Lokasi diberikan, penting untuk diketahui bahwa tanah yang dapat ditunjuk dalam Izin Lokasi adalah tanah yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut persetujuan penanaman modal yang dimilikinya.

Izin Lokasi ini diberikan berdasarkan pertimbangan mengenai aspek penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah, serta kemampuan tanah. Izin Lokasi diberikan dalam surat keputusan pemberian Izin Lokasi yang ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta setelah diadakan rapat koordinasi antar instansi terkait, yang dipimpin oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya.

Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Lokasi

Hak Pemegang Izin Lokasi adalah sebagai berikut:
membebaskan tanah dalam areal Izin Lokasi dari hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak yang memiliki kepentingan tersebut dengan cara jual beli, pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
pemegang Izin Lokasi dapat diberikan hak atas tanah yang memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan keperluan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya.
Pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk:
menghormati kepentingan pihak-pihak lain atas tanah yang belum dibebaskan;
tidak menutup atau mengurangi aksessibilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi;
menjaga serta melindungi kepentingan umum;
melaporkan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah dilaksanakannya berdasarkan Izin Lokasi dan pelaksanaan penggunaan tanah tersebut.

read more

Persyaratan Administratif dan Teknis Pembangunan Rumah Susun

Latar Belakang

Di daerah perkotaan yang berpenduduk padat, di mana tanah yang tersedia sangat terbatas perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkungannya. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda-benda bersama dan tanah bersama. Pembangunan rumah susun harus memenuhi berbagai persyaratan teknis dan administratif sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 (“PP No. 4/1988”) jo. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 (“UU No. 16/1985”). Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat, karena rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa.

Persyaratan Administratif

Pembangunan rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat sesuai dengan peruntukkannya (persyaratan administratif). Merujuk kepada penjelasan Pasal 6 UU No. 16/1985, yang dimaksud dengan persyaratan administratif pembangunan rumah susun yaitu persyaratan yang mengatur mengenai (i) perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, (ii) izin lokasi dan/atau peruntukkannya, serta (iii) perizinan mendirikan bangunan. Perizinan tersebut diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah terkait dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 30 PP No. 4/1988, yaitu sebagai berikut:
sertifikat hak atas tanah;
fatwa peruntukkan tanah;
rencana tapak;
gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;
gambar rencana struktur beserta perhitungannya;
gambar rencana menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
gambar rencana jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya.

Persyaratan Teknis

Ketentuan-ketentuan dalam persyaratan teknis diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum dan semua persyaratan teknis tersebut harus sesuai dengan rencana tata kota setempat.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 6 ayat (1) UU No. 16/1985, persyaratan teknis pembangunan rumah susun antara lain mengatur mengenai (i) struktur bangunan, (ii) keamanan, keselamatan, kenyamanan, (iii) hal-hal yang beruhubungan dengan rancang bangunan, (iv) kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan.

PP No. 4/1988 juga mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun, antara lain meliputi:

Ruang;
Semua ruang yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami dalam jumlah yang cukup.

Struktur, komponen, dan bahan bangunan;
Rumah susun harus direncakanan dan dibangun dengan struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan yang memenuhi persyaratan konstruksi sesuai dengan standar yang berlaku.

Kelengkapan rumah susun;
Rumah susun harus dilengkapi dengan: jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air limbah, saluran dan/atau tempat pembuangan sampah, tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya, alat transportasi yang berupa tangga, lift atau eskalator, pintu dan tangga darurat kebakaran, tempat jemuran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, alat/sistem alarm, pintu kedap asap pada jarak-jarak tertentu, dan generator listrik untuk rumah susun yang menggunakan lift.

Satuan rumah susun;
Satuan rumah susun dapat berada pada permukaan tanah, di atas atau di bawah permukaan tanah, atau sebagian di bawah dan sebagian di atas permukaan tanah. Rumah susun juga harus mempunyai ukuran standar yang dapat dipertanggungjawabkan, memenuhi persyaratan sehubungan dengan fungsi dan penggunaannya, serta harus disusun, diatur, dan dikoordinasikan untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang dapat menunjang kesejahteraan dan kelancaran bagi penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari untuk hubungan ke dalam dan ke luar.

Bagian bersama dan benda bersama;
bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga, lift, selasar, harus mempunyai ukuran yang dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam hubungan sesama penghuni, maupun dengan pihak-pihak lain.
benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas yang dapat memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan dan kenikmatan para penghuni.
Kepadatan dan tata letak bangunan;
Kepadatan bangunan dalam lingkungan harus memperhitungkan dapat dicapainya optimasi daya guna dan hasil guna tanah. Tata letak bangunan harus menunjang kelancaran kegiatan sehari-hari dan harus memperhatikan penetapan batas pemilikan tanah bersama, segi-segi kesehatan, pencahayaan, pertukaran udara, serta pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan penghuni, bangunan, dan lingkungannya.

Prasarana lingkungan;
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni, baik ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan jalan setapak, jalan kendaraan, dan tempat parkir.

Fasilitas bangunan.
Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan ruangan-ruangan dan/atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan masyarakat, tempat bermain bagi anak-anak, dan kontak sosial lainnya serta ruangan dan/atau bangunan untuk pelayanan kebutuhan sesuai standar yang berlaku.

Sanksi

Berdasarkan Pasal 21 dan 22 UU No. 16/1985, pelanggaran yang sengaja dilakukan terhadap persyaratan administratif maupun teknis sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka penyelenggara pembangunan rumah susun diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,- (seratus juta Rupiah). Sedangkan pelanggaran yang terjadi karena kelalaian, maka penyelenggara pembangunan rumah diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta Rupiah) dan dibebankan kewajiban untuk memenuhi ketentuan yang belum dilaksanakan.

read more

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Latar Belakang

Seperti yang telah kita ketahui bersama, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya, di samping memenuhi kebutuhan dasar, juga merupakan alat investasi yang menguntungkan. Dengan kata lain, tanah dan bangunan memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, wajar apabila pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak, terutama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”). BPHTB diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB (“UU No. 21/1997”), yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No. 21/1997 (“UU No. 20/2000”).

BPHTB

Berdasarkan UU No. 20/2000, dinyatakan bahwa BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Subjek pajak BPHTB yaitu orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, di mana perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:

pemindahan hak karena: jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah;
pemberian hak baru karena: kelanjutan pelepasan hak, dan di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah yang dapat menjadi objek dari BPHTB yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.

Objek pajak yang dikecualikan dari pengenaan BPHTB, yaitu objek pajak yang diperoleh oleh:
perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
orang pribadi atau badan karena wakaf; dan
orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Tarif BPHTB

Sesuai dengan Pasal 5 UU No. 21/1997, tarif pajak BPHTB adalah sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Kena Pajak (“NPOPKP”). NPOPKP adalah nilai perolehan objek pajak (“NPOP”) dikurangi dengan Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak (“NPOPTKP”).

Dasar pengenaan BPHTB adalah NPOP. BPHTB dikenakan atas transaksi yang melebihi NPOPTKP yang ditetapkan secara regional paling banyak Rp 60.000.000.- (enam puluh juta Rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak tersebut adalah melalui pewarisan, hadiah, wasiat yang diterima oleh orang/individu yang masih memiliki hubungan darah dalam garis lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan si pemberi, termasuk suami atau istri, dimana NPOPTKP ini ditetapkan secara regional dengan jumlah maksimum sebesar Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta Rupiah).

Jumlah terhutang BPHTB dihitung dengan mengalikan tarif pajak BPHTB dengan NPOPKP.

read more

Aspek Hukum Hak Guna Bangunan dan Peraturannya

Latar Belakang

Pada saat ini terdapat berbagai macam perusahaan yang didirikan di Indonesia. Dalam hal mendirikan bangunan, perusahaan-perusahaan tersebut membutuhkan suatu gedung yang berada di atas sebuah lahan. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria terdapat hak atas tanah yang diperuntukkan bagi perusahaan tersebut yaitu hak guna bangunan. Hak guna bangunan (“HGB”) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 diatur lebih lanjut mengenai HGB. HGB dapat diberikan atau dibebankan terhadap tanah negara; tanah hak pengelolaan; dan tanah hak milik. Hak guna bangunan juga dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.

Pemberian HGB

Berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah dijelaskan bahwa HGB hanya diperuntukkan bagi warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. HGB tidak dapat diperuntukkan bagi orang asing dan badan hukum asing. HGB diberikan untuk jangka waktu selama 30 tahun dengan perpanjangan selama 20 tahun. HGB diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul pemegang hak pengelolaan, lalu di daftarkan dalam buku tanah pada kantor pertanahan.

Kewajiban Pemegang HGB

Pemegang HGB berkewajiban:

Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HGB itu hapus;
Menyerahkan sertifikat HGB yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Peralihan HGB

Peralihan HGB terjadi karena jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan.

Berakhirnya HGB

HGB berkahir karena jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktu berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi, dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir, dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan, dan tanahnya musnah.

Isrilitha Pratami Puteri

read more

Daily tips: Kewajiban Badan Pengelola Rumah Susun

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, kewajiban badan pengelola yaitu:

Melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan kebersihan rumah susun dan lingkungannya pada bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama;
Mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penghuni serta penggunaan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama sesuai dengan peruntukannya;
Memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni secara berkala disertai permasalahan yang ada dan usulan pemecahannya.

read more

Pengaturan Hukum Properti di Indonesia untuk Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing

Hukum real estate di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU Agraria”)

Hak atas Tanah

Dalam UU Agraria diatur beberapa hak atas tanah yaitu sebagai berikut:

Hak Milik;
Hak Guna Bangunan;
Hak Guna Usaha;
Hak Pakai;
Hak Sewa.
Selain itu, berdasarkan peraturan pelaksana UU Agraria, terdapat juga Hak Pengelolaan, yaitu hak yang secara khusus diberikan kepada instansi pemerintah atau perusahaan milik pemerintah sehingga dapat mengelola dan menentukan peruntukan tanah di wilayahnya.

Hak Milik adalah hak terkuat atas tanah. Untuk tanah dengan alas hak ini dapat digunakan untuk lahan tempat tinggal maupun fungsi komersial. Namun, tanah dengan alas hak ini secara umum digunakan untuk lahan tempat tinggal. Hak ini memiliki jangka waktu kepemilikan yang tidak terbatas.

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk membangun dan memiliki bangunan yang dibangun di atas tanah. Hak ini diberikan untuk jangka waktu maksimum 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun.

Hak Guna Usaha umumnya dimintakan untuk area yang akan digunakan untuk kawasan perkebunan, perikanan maupun peternakan.

read more

Tahapan Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Di Kabupaten Tangerang

Kabupaten Tangerang adalah salah satu daerah yang sangat berpotensi sebagai daerah investasi yang diminati oleh investor lokal maupun asing. Terletak di sebelah barat Jakarta, dan sebelah utara Laut Jawa menjadikan Kabupaten Tangerang sebagai salah satu daerah strategis dan membuka peluang investasi yang besar pada daerah ini. Di Kabupaten Tangerang terdapat gedung-gedung pemerintahan, rumah sakit bertaraf internasional, dan hotel. Setiap pembangunan gedung dalam Kabupaten Tangerang haruslah terlebih dahulu mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang.

read more